Dalam kegiatan tertentu di luar kegiatan belajar, Iwan menunjukkan perilaku yang responsif. Dia juga cukup bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas piket atau kerja gotong royong di sekolah. Sesekali saya meminta jasanya untuk membelikan minuman air mineral di warung dekat sekolah. Iwan nurut.
Secara motorik Iwan juga mengalami perkembangan yang normal, mulai dari, berjalan, berlari, melompat, menangkap sebuah benda, atau melakukan gerakan lainnya. Kemampuan akademiknya tidak terlalu buruk.
Sebagaimana siswa pada umumnya, setiap individu memiliki masalah dalam kegiatan belajar. Iwan juga mengalami hal serupa. Permasalahan Iwan terletak pada kegiatan belajar yang melibatkan kegiatan menulis, seperti, menjawab atau menyelesaikan tugas tertentu, mencatat hal-hal penting tentang materi pelajaran, atau menjawab lembar kerja yang disediakan guru. Menghadapi tugas-tugas sejenis, Iwan cenderung "kuwalahan" dan kurang bersemangat.
Di balik permasalahan itu, Iwan lebih menyenangi pembelajaran yang melibatkan praktek. Misalnya, memelihara tanaman, membaca puisi, atau kegiatan lain yang memerlukan kerja fisik. Bahkan, dia pernah terlibat dalam pentas teater yang dilakukan sekolah.
Melalui teman-temannya guru kelas mencoba menanyakan kabar dan penyebab Iwan tidak masuk sekolah. Berdasarkan informasi teman sekampungnya, Iwan tidak mau masuk sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Iwan lebih banyak di kamar.
Untuk memastikan informasi tersebut, guru kelas mencoba melakukan kunjungan rumah untuk mencari informasi sebenarnya dan melakukan dialog agar Iwan dapat masuk sekolah sebagaimana biasa. Dalam kunjungan tersebut, Iwan hanya mendekam di kamarnya dan tidak mau bertemu dengan guru. Iwan baru keluar melalui proses yang cukup lama setelah dibujuk guru dan ibunya.
Dalam kunjungan itu gurunya tidak dapat memastikan secara jelas penyebab Iwan tidak masuk sekolah. Namun, berdasarkan informasi dari ibunya, selama tidak masuk sekolah hampir sepanjang hari Iwan berada di kamarnya. Sepanjang itu pula Iwan hanya berkutat dengan handphone bermain game.
Saat diminta masuk sekolah Iwan lebih banyak menggeleng. Berkali-kali Iwan dibujuk tetapi dia tetap pada pendirian. Merasa tidak berhasil gurunya kembali dengan harapan kosong.
Penasaran dengan informasi itu, beberapa hari berikutnya saya mencoba melakukan hal yang sama, menemui Iwan untuk mengajaknya kembali ke sekolah. Ternyata upaya saya jauh di bawah ekspektasi.
Sebagaimana dialami guru kelasnya, saya menemukan Iwan mengurung diri di kamar. Saya dan ibunya berusaha membujuknya agar keluar dan bisa ngobrol bersama.
Agak lama juga Iwan mengurung diri. Dengan sabar saya dan ibunya membujuk Iwan dari luar kamar agar mau keluar. Sekitar 10-15 menit berlalu akhirnya Iwan keluar juga.