Sebagai sebuah seni peran, pelajaran teater memberikan kesempatan kepada siswa untuk memerankan berbagai karakter, dengan latar belakang sosial budaya, keyakinan, pandangan, dan pengalaman hidup yang berbeda.
Perbedaan peran itu memungkinkan siswa untuk memahami perasaan sesama. Dengan menghayati kebutuhan, pandangan, dan perspektif orang lain melalui pengalaman langsung dalam teater akan dapat menumbuhkan sikap empati dan toleransi terhadap sesama.
Sebagai ilustrasi, ketika siswa memerankan tokoh yang dihadapkan pada kemiskinan, dia harus berimajinasi dan menghayati peran tersebut. Hal ini akan membuat siswa merasakan dan memahami penderitaan orang lain yang mendorong tumbuhnya kepekaan dan sikap empati terhadap sesama--sebuah keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam pergaulan sehari-hari.
Memberikan ruang yang aman untuk berekspresi
Teater tidak semata-mata bersifat hiburan. Lebih dari itu, seni peran ini dapat menjadi media untuk menyampaikan pesan-pesan moral, mengekspresikan pikiran, dan menyampaikan kritik sosial. Melalui teater siswa dapat mengeksplorasi identitas, perasaan, dan pemikiran secara kreatif tanpa menerima kemarahan, beban penghakiman, dan penilaian negatif.
Sebagaimana seni pada umumnya kritik sosial melalui teater akan terasa lebih elegan, lebih lembut, dan bersahabat. Pesan-pesan yang disampaikan melalui teater diklaim memiliki kekuatan persuasif tersendiri.
Banyak contoh dimana sebuah (ide atau kritik) yang disampaikan melalui ceramah, pidato, atau diskusi kerap tidak dapat mempengaruhi perspektif orang banyak tentang sebuah isu. Melalui teater pesan yang diasampaikan dapat diterima dengan baik dan mempengaruhi pikiran orang lain tanpa harus merasa dipaksa.
Sebagai contoh, seseorang yang melakukan pencurian karena terpaksa dalam dunia nyata kerap identik dengan kejahatan dan menimbulkan kebencian. Dalam teater, ketika aksi pencurian dilakukan karena alasan sulitnya lapangan pekerjaan, bisa jadi akan menimbukan empati kepada penonton. Hal ini bukan berarti bahwa penonton membenarkan tindakan pencurian itu sendiri. Namun, dengan latar cerita tertentu penonton akan menerima pencurian itu sebagai sesuatu yang wajar.
Melatih komunikasi
Teater melibatkan proses interaksi antar pemain. Ada proses dialog--berbicara dan mendengarkan. Ini merupakan kemampuan komunikasi.
Teater tidak dapat dilepaskan dari komunikasi, dialog. Dalam dialog itu, pemain harus mampu menunjukkan intonasi yang tepat dan pengucapan yang jelas. Pemain teater harus dapat memproyeksikan suara--berbicara secara wajar tanpa harus berteriak atau berbisik yang membuat penonton tidak dapat menangkap suara dengan jelas. Dialog tidak saja secara verbal tetapi juga ekspresi wajah dan gestur tubuh. Semua itu merupakan proses komunikasi yang diperlukan dalam pentas teater.
Komunikasi bukan hanya berbicara--memproyeksikan suara--tetapi juga mendengarkan. Dalam proses dialog pemain harus tahu kapan harus berbicara dan kapan harus diam dan mendengarkan.
Ini menyangkut pembelajaran etika sosial dalam kehidupan nyata. Dalam kehidupan sehari-hari kita kerap hanya ingin didengarkan tetapi tidak memiliki cukup kemampuan untuk mendengarkan orang lain. Teater mengajarkan anak-anak untuk menjadi pembicara sekaligus menjadi pendengar yang baik.
Mengembangkan sikap percaya diri