Ada yang membantu mencetak beberapa dokumen yang masih tersimpan dalam soft file, menyusun bukti pembelanjaan sesuai tanggal pembelanjaan, mencatat sejumlah belanja barang inventaris, atau memeriksa kembali susunan pelaporan.
Saya dan banyak orang kerap menghadapi situasi serupa dan menimbulkan tekanan psikologis. Dibutuhkan ketenangan saat berhadapan dengan situasi mendesak semacam itu. Maka, hikmah sederhana namun sangat penting atas pengalaman di atas adalah tidak menunda pekerjaan.
"Jangan menunda pekerjaan!" merupakan pesan yang berlaku universal bagi manusia di mana saja dan kapan saja.
Mengapa menunda pekerjaan?
Ternyata saya tidak sendiri memiliki kebiasaan menunda-nunda seseuatu, dalam hal ini pekerjaan. Dilansir dari Mcclean, menurut studi tahun 2014, 20-25% orang dewasa di seluruh dunia adalah orang yang suka menunda-nunda secara kronis. Secara pribadi saya kerap menunda pekerjaan karena beberapa faktor.
Pertama, saya tidak sedang merasa nyaman untuk menyelesaikannya. Pada titik ini pekerjaan itu tampak sebagai sesuatu yang membosankan. Kesan inilah yang terasa ketika berhadapan dengan laporan keuangan.
Saya dan mungkin banyak orang kadangkala dihadapkan kepada suatu kondisi dimana sebuah pekerjaan tidak dapat diselesaikan dengan riang gembira dan penuh semangat. Sebaliknya pekerjaan itu terasa menjemukan dan menguras energi.
Mungkin ini yang dimaksud oleh Jenny Yip, psikolog klinis dan direktur eksekutif Little Thinkers Center, Los Angeles, Amerika Serikat. Yip menyebutkan bahwa menunda pekerjaan berarti, "...memikirkan hal ini menyusahkan saya. Oleh karena itu, sulit bagi saya untuk menyelesaikan pekerjaan." (sumber : CNNIndonesia)
Kedua, saya sering menganggap masih ada waktu untuk menyelesaikannya. Beberapa pekerjaan tampak tidak begitu mendesak dan membiarkannya tergeletak di atas meja kerja.
Saya memilih untuk tidak menyentuhnya sama sekali.. Namun, tanpa disadari perputaran jarum jam dan pergantian hari membawa saya tiba pada batas waktu yang makin mepet. Saat mendekati daedline saya baru menyadari bahwa seya telah melakukan kesalahan dengan menunda pekerjaan.
Ketiga, ketika berhadapan dengan pekerjaan yang terasa tidak menarik, saya memilih melakukan aktivitas lain yang memberikan semacam kesenangan.
Aktivitas lain itu tentu saja untuk hal-hal yang bersifat positif, misalnya, menulis. Seperti Kompasianer, pada umumnya, menulis kerap membuat saya asyik dan memalingkan diri dari pekerjaan lain yang seharusnya diselesaikan.