Mustahil pula rasanya mensejajarkan diri dengan Karl Marx untuk memberi warna pada peradaban dunia.
Kita juga tidak dapat menyamai Sidharta Buddha Gautama, Yesus, atau Muhammad SAW untuk menyebarkan kebajikan ke berbagai belahan bumi dan menembus waktu dalam sejarah.
Namun, memilih untuk menulis akan memungkinkan kita mengembangkan beberapa hal positif. Menulis, setidaknya sebagai sebuah hobi, dapat menjadi instrumen untuk membangun nilai-nilai positif dalam diri seseorang.
Mengasah kreativitas
Menulis merupakan aktivitas yang melibatkan kerja fisik, pikiran, dan perasaan. Saat menulis, jemari kita memainkan pena di atas kertas atau terbang di atas keyboard laptop untuk menyusun kata dan kalimat. Ini bagian dari kerja fisik.
Saat jemari bekerja, menulis tidak dapat dilepaskan dari aktivitas imajiner; sebuah kerja mental yang berupaya membentuk semacam gambaran tertentu yang tidak pernah kita alami sebelumnya. Imaginer (imajinasi) mendasari hadirnya pikiran-pikiran kreatif atau kreativitas.
Kreativitas dalam menulis bisa terletak pada gaya bahasa, sudut pandang, teknik deskripsi dan narasi yang unik. Ketika melihat sebuah masalah dari sudut pandang tertentu, kita sibuk mencari pengandaian dari pengalaman dan peristiwa sehari-hari.
Ketika membaca tulisan Kompasianer yang tayang setiap hari, kita akan menemukan kreativitas dengan gaya penulisan yang berbeda. Gaya penulisan itu bisa dipengaruhi oleh kebiasaan berbahasa di lingkungannya, sumber bacaan, dan latar belakang pendidikan atau profesi.
Ada Kompasianer yang menulis sebuah isu dengan menyelipkan celetukan humor tetapi tidak meninggalkan esensi masalah yang dibahas dalam tulisannya. Ada yang memiliki gaya penulisan serius tetapi tetap menyajikan bacaan yang menyenangkan. Semua ekspresi bahasa itu merupakan produk yang melibatkan sebuah energi kreatif.
Terbiasa Berpikir Kritis
Menulis membantu kita mengembangkan kebiasaan berfikir kritis. Menulis bukan saja tentang menyampaikan pesan, menyebarkan informasi, atau menjelaskan sesuatu kepada pembaca.
Saat sedang menulis, kita tidak terbebas dari subjektivitas. Setiap tulisan selalu mengandung opini dan pendapat pribadi.
Ketika kita menyampaikan sesuatu yang bersifat subyektif, kita akan berfikir secara kritis untuk menyertakan argumen yang logis dan bukti yang relevan agar dapat mendukung opini atau pendapat itu.