Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengurai Dampak Berita Sensasional

23 Juli 2023   22:38 Diperbarui: 24 Juli 2023   18:00 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika terhubung dengan jaringan, seperti biasa pesan whatsApp terus menggelinding ke dalam smartphone di saku saya. Pesan WA, yang ditandai dengan getaran itu, paling banyak masuk ke grup. Dalam kondisi yang sama Kompasianer tentu akan mengalami hal serupa. 

Saya mengeluarkan gawai dan membuka pesan-pesan tersebut. Beberapa link tulisan yang masuk memperlihatkan judul yang memuat berita sensasional

Sebuah link muncul tentang berita mesum yang dilakukan oknum dari sebuah lembaga tertentu. Link berita lainnya tentang ketertarikan seksual sebuah etnis kepada etnis lain. Sementara sebuah link yang berbeda memuat berita dengan konten serupa. Link terakhir ini isinya tentang profesi yang berhubungan dengan layanan birahi.

Tulisan semacam itu dapat ditemukan pada berbagai portal media online maupun media sosial. Tulisan serupa tidak saja dapat ditemukan pada situs media online tidak populer tetapi juga menjadi bahan komodifikasi oleh media arus utama. Media sosial menjadi jalur distribusi paling massif.

Satu hal yang bisa dipastikan bahwa informasi yang memuat berita-berita sensasional akan dibanjiri pengunjung, pembaca, dan daftar panjang respon atau komentar. Ini menjadi kecenderungan banyak orang. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para pegiat jurnalisme dengan pertimbangan rating. 

Tulisan yang memuat berita memang penting tetapi banyak berita berseliweran di hadapan kita tentang peristiwa yang tidak memberikan edukasi dan pengaruh positif dalam kehidupan sosial. Banyak informasi yang lalu lalang pada beranda media sosial kita hanya menyajikan peristiwa-peristiwa tidak penting dan sepele.

Sejumlah portal berita dengan topik-topik perilaku amoral, peristiwa kriminal, dan topik sensasional menjejali kesadaran kita setiap hari. 

Arus informasi yang begitu deras "memaksa" kita mengkonsumsi pesan-pesan tidak penting dan tidak berhubungan profesi kita, tidak memberikan pengaruh terhadap karir, atau tidak memberikan keuntungan terhadap aktivitas rutin yang kita jalankan. 

Banyak berita yang tidak relevan beredar dan tidak memberikan keuntungan atau tidak meningkatkan kapasitas pribadi kita. Alih-alih berpengaruh positif, informasi tersebut malah memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan psikologis kita.

Apa yang relevan? 

Dalam perspektif berita mungkin pesan-pesan tersebut dapat dipahami sebagai sebuah kewajaran karena memang salah satu ciri berita adalah laporan peristiwa. Siapa yang terlibat, kapan terjadinya, di mana, kapan, bagaimana kronologinya, lalu akhir kejadian seperti apa, dan seterusnya. 

Ada kecenderungan bahwa dalam berita sebuah peristiwa disajikan dengan cara yang dramatis, tokoh dan perilakunya mencolok. Membaca berita sensasional, khususnya, tidak lebih dari menikmati sebuah drama picisan. Akibatnya berita semacam ini membuat kita berjalan-jalan dengan peta risiko yang sepenuhnya salah di kepala kita.

Berita tentang perilaku mesum misalnya, kita melupakan pertanyaan-pertanyaan seperti, mengapa perilaku amoral itu terjadi dalam kehidupan sosial, apa efeknya bagi kehidupan pribadi dan sosial, dan bagaimana mencegahnya. Padahal ini menjadi pertanyaan mendasar dan lebih relevan yang harus dijawab. 

Rolf Dobelli dalam theguardian.com dengan nada kontroversi memandang semua berita harus dihindari. Dia menulis

"Intinya adalah: konsumsi berita tidak relevan bagi Anda. Tetapi orang merasa sangat sulit untuk mengenali apa yang relevan. Jauh lebih mudah untuk mengenali apa yang baru. Yang relevan versus yang baru adalah pertempuran mendasar di zaman sekarang."

Saya sendiri tidak setuju jika semua berita dianggap memberi pengaruh buruk dalam kehidupan individu dan sosial. Pandangan Dobelli tentang berita juga dipatahkan oleh Danny Rubin melalui tulisannya dalam huffpost.com.

Kebanggaan Penulis

Menulis sejatinya adalah berbagi kebaikan yang dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Melalui tulisan, secara ideal, seorang penulis bertujuan untuk memberikan efek positif bagi pembaca. Paling tidak penulis menyampaikan kabar tentang kebaikan, keindahan, atau tema-tema positif serupa.

Kebanggaan mendasar seorang penulis adalah ketika tulisannya mendapatkan apresiasi dari banyak orang. Hal ini menjadi salah satu indikator sebuah tulisan memiliki daya tarik bagi pembaca.

Namun apakah semua tulisan yang menarik itu memuat konten yang bermanfaat? Hal ini tentu memerlukan diskusi. Menarik dan bermanfaat merupakan dua hal yang berbeda.

Menarik adalah sesuatu yang membuat seseorang atau sekelompok orang memusatkan perhatiannya terhadap sebuah objek. Dalam konteks tulisan, ketertarikan seseorang pada sebuah topik dapat disebabkan oleh berbagai faktor. 

Sekelompok orang bisa tertarik membaca kehidupan pribadi para pesohor, perselingkuhan, berita mesum, perilaku berutal, atau harta kekayaan kaum konglomerat. 

Potongan-potongan informasi di Facebook, Instagram, TikTok, dan medsos lainnya akan mendapatkan begitu banyak pengunjung jika menayangkan berita berbau hal-hal serupa. 

Sebagian besar kita begitu antusias membagikan dan meneruskan informasi menarik di grup WhatsApp, Facebook, dan media sosial lainnya padahal informasi tersebut tidak memiliki nilai positif apapun terhadap penerimanya.

Kerap kali kita cenderung tertarik dan terkagum-kagum kepada kekayaan seseorang dan mengabaikan bagaimana proses yang dilaluinya sehingga bisa memiliki kekayaan tersebut. Kita sering terhipnotis membaca berita seputar keretakan rumah tangga artis tanpa menjadikannya pelajaran dalam kehidupan kita sendiri.

Pada titik inilah penulis dan atau pembuat konten harus memiliki tanggung jawab. "Menulis sesuatu hanya karena menurut Anda dapat menarik lebih banyak lalu lintas di blog Anda merupakan hal berbahaya". Penggalan kalimat yang saya kutip dari sebauh artikel dalam unisquareconcepts.com dapat menjadi renungan.

EB White, penulis The Elements of Style menegaskan dalam fs.blog:

Seorang penulis harus merefleksikan dan menafsirkan masyarakatnya, dunianya; ia juga harus memberikan inspirasi dan bimbingan serta tantangan. Banyak tulisan hari ini menurut saya mencela, merusak, dan marah. Ada alasan bagus untuk marah, dan saya tidak menentang kemarahan. Tapi saya pikir beberapa penulis telah kehilangan rasa proporsional, rasa humor, dan rasa penghargaan mereka.

Sekelompok orang lainnya memiliki ketertarikan kepada tulisan yang lebih dari sekadar informasi tetapi menyelipkan pengetahuan dan wawasan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Topik kesehatan, isu lingkungan, parenting, budaya, hukum, politik, dan informasi lainnya yang bermanfaat.

Tulisan bermanfaat merupakan tulisan yang dapat memberikan informasi yang berdampak positif bagi pembaca. Ada nilai, makna, atau sesuatu yang memberikan inspirasi. Setidaknya pembaca mendapatkan tambahan pengetahuan atau informasi yang positif.

Sekali lagi membuat tulisan yang menarik itu penting tetapi tulisan tersebut haruslah memuat nilai-nilai yang berharga bagi pembaca.

Daya rusak berita?

Berita sensasional dapat memiliki berbagai gangguan kesehatan mental kehidupan masyarakat. Salah satu kemungkinan dampak yang ditimbulkan adalah meningkatkan tingkat kecemasan dan ketakutan. 

Berita negatif, terutama yang berfokus pada kejahatan atau ancaman keamanan, dapat meningkatkan tingkat kecemasan dan ketakutan dalam masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan stres dan berkurangnya kualitas hidup bagi individu yang terus-menerus terpapar berita negatif.

Dikutip dari ANTARA, hasil studi Pam Ramsden, seorang peneliti dari Universitas Bradford menyimpulkan bahwa berita-berita kekerasan dapat menyebabkan Post Stress Traumatic Disorder (PTSD). 

Dilansir dari National Institute of Mental Health, PTSD adalah gangguan yang berkembang pada beberapa orang yang mengalami peristiwa yang mengejutkan, menakutkan, atau berbahaya. Pengalaman itu bisa berasal dari berita yang tersebar di berbagai media.

Tidak hanya PTSD, dampak lainnya yang kemungkinan muncul adalah persepsi yang salah atau distorsi realitas. Jika berita negatif disajikan tanpa konteks yang memadai atau terdapat kesalahan fakta, masyarakat dapat mendapatkan pemahaman yang tidak akurat mengenai suatu peristiwa atau isu tertentu. Hal ini dapat mengganggu pengambilan keputusan yang rasional dan berdampak pada persepsi yang tidak seimbang terhadap situasi yang sebenarnya.

Di samping itu kepercayaan pada institusi dan media akan menurun jika terus menerus dicekoki dengan informasi negatif yang mengandung yang mengandung unsur sensationalisme. Masyarakat mungkin merasa skeptis terhadap informasi yang diberikan oleh media dan mengalami kejenuhan informasi. Ini dapat menghambat fungsi media sebagai salah satu pilar utama dalam kehidupan berbangsa dan menyulitkan penyebaran informasi yang memiliki muatan positif dan penting.

Lombok Timur, 23 Juli 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun