Mohon tunggu...
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙
𝙔𝙖𝙢𝙞𝙣 𝙈𝙤𝙝𝙖𝙢𝙖𝙙 Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Prokrastinasi, "Jangan Pernah Menunda Pekerjaan!"

13 Januari 2023   10:14 Diperbarui: 13 Januari 2023   19:00 2828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Dokpri/diolah dari Canva

"Akrasia adalah sebuah sikap yang berusaha melawan penilaian Anda yang lebih baik. Itu terjadi ketika Anda melakukan satu hal meskipun Anda tahu Anda harus melakukan sesuatu yang lain. Diterjemahkan secara longgar, Anda bisa mengatakan bahwa akrasia adalah penundaan atau kurangnya pengendalian diri."

Demikian kurang lebih terjemahan penggalan artikel James Clear, seorang penulis buku dan jurnalis terkemuka di AS, yang ditulis dalam blog pribadinya ketika membahas tentang kebiasaan menunda-nunda pekerjaan.

Akrasia merupakan istilah klasik yang dicetuskan Plato dan Sokrates, sebuah "penyakit" yang menjangkiti banyak orang sepanjang sejarah peradaban manusia (jamesclear.com).

Akrasia itulah yang telah membuat saya harus menguras energi dan pikiran dalam fase pergantian tahun. Libur sekolah yang mestinya saya jalani dengan santai harus dilewati dengan menyelesaikan laporan keuangan sekolah periode penggunaan selama satu tahun. Sebelumnya bukan berarti bahwa laporan itu tidak pernah disentuh sama sekali melainkan tidak dirampungkan sampai benar-benar tuntas. Itupun sudah membuat saya mengalami tekanan kerja yang cukup signifikan.

Selama dua minggu saya harus berhadapan dengan layar laptop, printer, kertas, ballpoint, dan stempel sekolah. Saya menjalaninya hampir setiap hari dari pagi sampai malam. Saya hanya rehat sesekali untuk melepaskan pegal pada persendian dan memulihkan keperihan mata.

Apa yang saya hadapi dalam masa pergantian tahun ini membuat saya sadar dari kekeliruan yang saya lakukan. Saya menyadari situasi ini sejatinya merupakan hasil ciptaan saya sendiri. Saya telah memilih "sikap dan jalan yang sesat" dalam menghadapi sebuah tugas dan pekerjaan. Kesalahan terbesar saya adalah menunda pekerjaan yang disebabkan oleh berbagai faktor.

Penundaan itu membuat saya harus memadatkan pekerjaan setahun dalam rentang waktu beberapa hari. Ini sama dengan memaksakan menampung segalon air ke dalam sebuah gelas kecil.

Sejauh ini saya memang cenderung mengambil sikap menunda-nunda pekerjaan. Sebuah sikap yang sama sekali tidak memberikan keuntungan di masa depan. Jangan ditiru. Cukuplah saya yang menjalaninya. Saya menulis pengalaman buruk ini sebagai bahan renungan semua orang yang berkenan membacanya.

Prokrastinasi

Sikap menunda-nunda pekerjaan juga dikenal dengan istilah prokrastinasi. Kata ini memiliki makna yang identik dengan kata akrasia di atas.

Prokrastinasi merupakan istilah yang digunakan para psikolog untuk menyebut seseorang yang menunda-nunda sebuah pekerjaan utama dan melakukan hal lain yang tidak penting. Prokrastinasi termasuk perilaku negatif yang dapat berakibat fatal pada hasil kerja.

Saya atau seseorang yang mengambil jalan prokrastinasi pada dasarnya secara tidak sadar tengah berupaya menolak pandangan positif orang lain tentang dirinya.

Ketika Anda menunda pekerjaan, secara tidak sadar Anda telah memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menerima citra tidak sehat tentang diri Anda.

Angela Haupt seorang penulis lepas, menuliskan dalam The Washington Post

"Joseph Ferrari, seorang profesor psikologi di DePaul University di Chicago dan penulis "Still Procrastinating?: The No Regrets Guide to Getting It Done", menemukan bahwa sekitar 20 persen orang dewasa adalah orang yang sering menunda-nunda. "Itu lebih tinggi dari depresi, lebih tinggi dari fobia, lebih tinggi dari serangan panik dan alkoholisme. Padahal semua itu dianggap sah," katanya. "Kami mencoba meremehkan kecenderungan ini, tetapi ini bukan topik yang lucu."

Temuan Ferrari paling mendasar adalah prokrastinasi bisa menjangkiti setiap orang tanpa membedakan jenis kelamin, ras atau usia. Semua orang rentan terhadap kesalahan ini.

Pesan tersirat dari temuan ini bahwa perilaku prokrastinasi dapat secara mendadak mewarnai keseharian para pekerja keras, kaum intelektual, pengusaha, sampai para pejabat.

Prokrastinasi seringkali disandingkan dengan karakter pemalas. Mereka yang suka menunda pekerjaan dituding kaum rebahan yang lebih memilih berleha-leha tinimbang menyelesaikan pekerjaannya. Anggapan ini tidak seutuhnya memiliki akurasi ilmiah.

Berbagai sumber menyebutkan bahwa penyebab prokrastinasi dipicu oleh penyimpangan cara berpikir atau distorsi kognitif yang bersifat mendasar, antara lain, meremehkan pekerjaan, menunggu waktu yang tepat, menurunnya rasa percaya diri, atau adanya pikiran yang terlalu perfeksionis.

Fuschia Sirois, seorang psikolog profesional dari University of Sheffield di Inggris, menyimpulkan bahwa prokrastinasi disebabkan oleh ketidakmampuan melakukan mengontrol perasaan yang bersifat negatif seputar tugas tertentu. Pada titik ini, secara emosional pekerjaan itu bisa menjadi sesuatu yang membosankan karena telah menjadi rutinitas yang berulang-ulang.

Akibatnya, seseorang akan mengambil sikap untuk menghindari pekerjaan itu sementara waktu. Sayangnya, sikap menghindar ini kerap melenakan sehingga tanpa disadari menit-menit terakhir batas penyelesaian tugas itu makin dekat.

Alasan lain orang menunda-nunda, kata Sirois, adalah rasa percaya diri yang menurun. Seseorang mungkin berpikir, bahwa dia tidak akan pernah melakukan ini dengan benar. Pikiran lainnya bisa pula timbul oleh bayangan penilaian negatif atasannya jika hasil kerjanya buruk, tidak maksimal.

Saya pribadi sikap menunda pekerjaan itu dipicu oleh 3 hal mendasar.

Pertama, saya kerap merasa yakin bahwa beberapa pekerjaan bisa saya selesaikan dalam waktu singkat.

Pada titik ini, saya cenderung mengulur waktu atau menunda untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Ketika berhadapan pada situasi sulit, saya baru menyadari bahwa mengentengkan pekerjaan merupakan pikiran picik yang tidak perlu dipelihara. 

Kedua, ketika pekerjaan menjadi sebuah rutinitas berulang-ulang, saya cenderung merasa bosan. Pekerjaan itu menjadi sesuatu yang menjemukan.

Akibatnya, saya menjadi enggan untuk menyelesaikannya. Saya kerap memilih kegiatan lain yang tidak menjadi prioritas dalam pekerjaan.

Ketiga. ketika menemukan situasi baru yang menantang dan menarik saya cenderung mengabaikan rutinitas kerja utama.

Selama satu tahun terakhir, saya disibukkan (dan begitu bersemangat mengikuti) beberapa kegiatan pelatihan dan pengembangan profesi sehingga membuat pekerjaan lain kurang tersentuh. Hal ini menyebabkan adanya pekerjaan lainnya tidak tuntas.

***

"Jangan menunda-nunda pekerjaan!"

Demikian kalimat yang banyak diucapkan sebagai pengingat seorang atasan kepada bawahan, orang tua kepada anaknya, atau seorang pekerja senior kepada juniornya. Menunda pekerjaan berarti menumpuk pekerjaan.

Banyak orang memiliki kebiasaan buruk seperti itu kemudian secara tergesa-gesa menyelesaikannya ketika batas waktunya sudah di ambang pintu. Saat deadline makin dekat barulah tumpukan pekerjaan itu mulai ditangani.

Bagaimana Mengatasi Prokrastinasi?

Pengalaman di atas membuat saya berpikir cara mengatasi prokrastinasi. Saya memang belum melakukannya tetapi berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi atas pengalaman tadi, beberapa hal yang patut dilakukan adalah sebagai berikut.

Membuat deadline semu

Dalam menghadapi sebuah pekerjaan saya sering mengabaikan target waktu. Saya menjadi sadar bahwa saya memerlukan deadline fiktif--sebuah regulasi yang dibuat sendiri untuk menentukan batas terakhir dalam penyelesaian sebuah tugas.

Jika deadline sesungguhnya tersisa beberapa bulan lagi, deadline fiktif itu saya harapkan dapat membuat semacam tekanan internal agar pekerjaan itu dapat selesai dalam beberapa hari ke depan.

Deadline fiktif ini tentu dapat dilakukan dalam waktu senggang. Deadline palsu akan membuat seseorang belajar menghargai waktu dan berlatih membangun komitmen dalam bekerja.

Luangkan waktu sedikit tetapi lakukan secara rutin

Ketika saya menganggap pekerjaan itu rumit dan membosankan, saya memilih tidak menyentuhnya dalam waktu lama. Kesadaran saya tersentak ketika pekerjaan itu belum selesai ketika batas waktunya semakin dekat. 

Kebiasaan ini membuat saya kehilangan alur untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Di sinilah kesulitan itu muncul. Saya harus mulai dari awal menganalisis pekerjaan dan mengidentifikasi bagian yang belum selesai.

Saya berasumsi, seberat apapun tingkat kerumitan sebuah pekerjaan, harus tetap "disambangi" agar tidak kehilangan alurnya. Pada kondisi tertentu menunda pekerjaan memang tidak dapat dihindari.

Namun, sebaiknya penundaan itu tidak dilakukan berlarut-larut. Luangkan waktu sedikit saja tetapi lakukan secara rutin.

Mengurangi/menghindari pengalih perhatian

Setiap pekerjaan selalu berpotensi mengalami kendala oleh pengalih perhatian. Dalam realitas sosial pengalih perhatian itu bisa disebabkan oleh interaksi seseorang dengan orang lain.

Bersosialisasi memang sebuah keniscayaan. Namun, ketika kita sudah tersandera obrolan sesama warga di poskamling seringkali kita lupa bahwa ada hal yang harus diselesaikan. Prokrastinasi menjadi tidak terhindarkan. Di sinilah pentingnya pengendalian diri untuk menganulir akrasia atau prokrastinasi.

Pengalih perhatian saat ini bahkan lebih menggurita sebagai buah dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Kehadiran media sosial telah memagut perhatian kita dari banyak hal penting yang harus segera diselesaikan.

Dalam banyak hal media sosial memang memberikan manfaat tetapi dalam batas-batas tertentu juga dapat mengubah keseharian kita. Salah satunya, munculnya prilaku prokrastinasi. Kita mengabaikan pekerjaan utama dan memilih berselancar di sana.

Lombok Timur, 13/01/2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun