Saya atau seseorang yang mengambil jalan prokrastinasi pada dasarnya secara tidak sadar tengah berupaya menolak pandangan positif orang lain tentang dirinya.
Ketika Anda menunda pekerjaan, secara tidak sadar Anda telah memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menerima citra tidak sehat tentang diri Anda.
Angela Haupt seorang penulis lepas, menuliskan dalam The Washington Post,
"Joseph Ferrari, seorang profesor psikologi di DePaul University di Chicago dan penulis "Still Procrastinating?: The No Regrets Guide to Getting It Done", menemukan bahwa sekitar 20 persen orang dewasa adalah orang yang sering menunda-nunda. "Itu lebih tinggi dari depresi, lebih tinggi dari fobia, lebih tinggi dari serangan panik dan alkoholisme. Padahal semua itu dianggap sah," katanya. "Kami mencoba meremehkan kecenderungan ini, tetapi ini bukan topik yang lucu."
Temuan Ferrari paling mendasar adalah prokrastinasi bisa menjangkiti setiap orang tanpa membedakan jenis kelamin, ras atau usia. Semua orang rentan terhadap kesalahan ini.
Pesan tersirat dari temuan ini bahwa perilaku prokrastinasi dapat secara mendadak mewarnai keseharian para pekerja keras, kaum intelektual, pengusaha, sampai para pejabat.
Prokrastinasi seringkali disandingkan dengan karakter pemalas. Mereka yang suka menunda pekerjaan dituding kaum rebahan yang lebih memilih berleha-leha tinimbang menyelesaikan pekerjaannya. Anggapan ini tidak seutuhnya memiliki akurasi ilmiah.
Berbagai sumber menyebutkan bahwa penyebab prokrastinasi dipicu oleh penyimpangan cara berpikir atau distorsi kognitif yang bersifat mendasar, antara lain, meremehkan pekerjaan, menunggu waktu yang tepat, menurunnya rasa percaya diri, atau adanya pikiran yang terlalu perfeksionis.
Fuschia Sirois, seorang psikolog profesional dari University of Sheffield di Inggris, menyimpulkan bahwa prokrastinasi disebabkan oleh ketidakmampuan melakukan mengontrol perasaan yang bersifat negatif seputar tugas tertentu. Pada titik ini, secara emosional pekerjaan itu bisa menjadi sesuatu yang membosankan karena telah menjadi rutinitas yang berulang-ulang.
Akibatnya, seseorang akan mengambil sikap untuk menghindari pekerjaan itu sementara waktu. Sayangnya, sikap menghindar ini kerap melenakan sehingga tanpa disadari menit-menit terakhir batas penyelesaian tugas itu makin dekat.
Alasan lain orang menunda-nunda, kata Sirois, adalah rasa percaya diri yang menurun. Seseorang mungkin berpikir, bahwa dia tidak akan pernah melakukan ini dengan benar. Pikiran lainnya bisa pula timbul oleh bayangan penilaian negatif atasannya jika hasil kerjanya buruk, tidak maksimal.