Seorang pengawal istana tampak datang ke aula kerajaan. Pengawal istana itu menggeliatkan tubuhnya yang tambun. Mulutnya menguap pertanda diserang kantuk. Rupanya semalam dia begadang. Tetapi dilihat dari badannya yang gembur pengawal itu menunjukkan karakter pemalas dan tukang tidur.
Pengawal mendekati salah satu bangku panjang yang diletakkan di sebelah kiri dan kanan singgasana Raja. Di atasnya, pengawal merebahkan tubuhnya. Beberapa saat kemudian dia sudah terdengar mendengkur dalam tidur pulasnya.
Suasana hening. Dalam keheningan itu, terdengar suara langkah kaki beradu dengan lantai. Seorang pengawal lain muncul. Pengawal berperawakan jangkung dengan tubuh ceking datang dengan sebilah senjata tongkat di tangannya.
Saat melihat teman sesama pengawal tertidur, pengawal bertubuh ceking itu mendekat. Dia mencoba membangunkan rekannya. Ditepuk-tepuknya pinggang pengawal tambun. Pengawal tambun itu tetap mendengkur.
Pengawal ceking masih berupaya membangunkannya dengan menyepak-nyepak kaki pengawal tambun. Pengawal tambun terbangun tetapi hanya berdiri menggeliat dan menguap.
"Ooowaaam."
Pengawal tambun tidur lagi. Pengawal bertubuh jangkung memilih duduk di singgasana Raja. Dari tempat duduknya, pengawal bertubuh ceking memukul bokong pengawal tambun yang tidur tengkurap.
Tetap saja pengawal tambun tidak sadar dari tidurnya. Dia malah mengigau memanggil-manggil kekasihnya. Pengawal bertubuh ceking kesal. Rupanya pengawal bertubuh ceking tidak puas sebelum bisa membangunkan temannya. Pengawal ceking membuka sandalnya lalu bangkit dan melangkah ke mendekati kepala temannya. Sandal itu dikipas-kipasnya ke hidung pengawal bertubuh tambun.
Pengawal bertubuh tambun terbangun dan berteriak, "Ayaaaang! Ayaaaang! Ayaaaang! Mana Ayangku? Kenapa kamu yang duduk di sini?"
Rupanya pengawal tambun tidak benar-benar keluar dari alam bawah sadarnya. Dia belum bangun.
"Heh! Apa maksudmu teriak-teriak Ayang Ayang begitu? Kamu mengigau."
Pengawal tambun tersadar. Rupanya dia bermimpi tengah berduaan bersama kekasihnya.
"Berani benar kamu duduk di kursi raja?" tanya Pengawal Tambun setelah tersadar dan melihat kawannya duduk santai di kursi raja. "Kamu tidak takut dimarahi Raja?"
"Takut Raja?" Pengawal ceking menjentikkan kuku jarinya.
Narasi di atas adalah penggalan aksi drama berjudul Putri Mandalika. Sebuah mitos yang berkembang dalam tradisi cerita lisan masyarakat Sasak. Pemainnya terdiri siswa SD Negeri 1 Embung Kandong, Kecamatan Terara, Lombok Timur.
Babak pertama drama menggambarkan kegelisahan Raja yang melihat putrinya tidak juga menemukan jodoh. Atas saran Patih, kerajaan kemudian mengadakan sayembara untuk memperebutkan sang Putri.
Babak ke dua menceritakan proses sayembara yang diikuti oleh sejumlah putra raja atau pangeran dari berbagai negeri. Pilihan Raja jatuh pada salah seorang pangeran karena membawa hadiah yang menggiurkan Raja. Pilihan Raja itu mendapatkan protes karena itu dianggap sebagai bentuk gratifikasi, sebuah fenomena suap menyuap terselubung yang banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Menyadari kekeliruannya, Raja memutuskan untuk memilih pendamping putrinya melalui baku pukul melalui peresean, sebuah olahraga tarung dengan menggunakan senjata tongkat dari rotan.
Drama putri Mandalika yang dipentaskan di halaman sekolah itu berdurasi sekitar satu jam. Selama satu jam pula drama itu mampu memagut perhatian penonton yang terdiri dari siswa, orang tua dan masyarakat setempat. Pemainnya terdiri dari anak-anak yang baru pertama kali berkenalan dengan seni drama. Namun demikian penampilan mereka cukup menghibur.
Drama dikemas dengan dialog campuran bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Aksi panggung yang diwarnai dengan dialog dan aksi kocak pemainnya membuat suasana pentas hidup dan menghibur.
Drama Putri Mandalika merupakan drama yang berbasis budaya dan tradisi lokal. Drama itu tidak saja mentransformasi cerita lisan rakyat menjadi sebuah seni drama tetapi juga mengeksplorasi budaya lokal yang ada dalam tradisi masyarakat Sasak. Melalui pentas Drama Putri Mandalika anak-anak sejak dini dapat memperoleh informasi tentang budayanya sendiri yang makin hari tergerus perubahan.
Sebagai pemula, aksi anak-anak itu tidak dapat disamakan dengan pemain drama profesional. Akan tetapi, paling tidak sejak dini anak-anak itu sudah mengenal seni pentas. Melalui seni drama pembentukan karakter akan bisa dibangun.
Rasa percaya diri merupakan karakter utama yang dapat dibangun melalui drama. Di hadapan penonton, pemain drama harus memiliki keyakinan bahwa dia mampu memainkan perannya dengan baik. Dengannya pemain akan memiliki semacam kebebasan tanpa beban saat menjalankan aksi panggungnya.
Adanya rasa percaya diri akan sangat memungkinkan pemainnya melakukan komunikasi dengan baik dan dialog terarah antar pemain. Drama mengajarkan bagaimana seseorang saling mendengarkan, kapan harus berbicara, dan kapan harus diam.
Pentas drama sebagai sebuah tim sangat memerlukan kerjasama antar pemain. Melalui drama sikap kerjasama anak-anak akan terbangun. Dengan peran yang berbeda-beda mereka akan memahami peran masing-masing. Mereka akan terbiasa menjalankan perannya dan bukan mengambil peran orang lain.
Drama adalah kisah kehidupan manusia yang dijadikan sebuah pertunjukan atau dipentaskan. Pengertian ini mengandaikan bahwa drama tidak lahir dari ruang kosong. Kisah dalam sebuah drama lahir dari kehidupan sosial atau kehidupan kolektif manusia.
Drama dibuat sebagai cermin dari penggalan kisah manusia yang tidak dapat menghindarkan diri dari konflik dalam kehidupan sehari-hari. Pada umumnya konflik terjadi dipicu oleh perbedaan karakter antar tokoh. Melalui drama anak-anak akan belajar bagaimana memahami karakter orang lain. Dengan memahami karakter antar sesama seseorang akan mampu mengelola konflik itu dengan baik agar tercapainya harmoni dalam kehidupan.
Lombok Timur, 28 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H