Perpustakaan Cahaya telah menjadi pusat aktivitas di desa. Setiap sore, anak-anak dan orang dewasa berkumpul, belajar, dan berbagi cerita. Namun, di tengah kesuksesan itu, sebuah tantangan baru datang, menguji komitmen keluarga Pak Rendra terhadap misi mereka.
Suatu pagi, Pak Rendra menerima surat dari sebuah perusahaan besar yang berminat untuk membeli lahan di sekitar desa. Lahan itu, yang terletak tidak jauh dari rumah mereka, akan digunakan untuk pembangunan pabrik.
"Pak, apa ini artinya desa kita akan berubah?" tanya Amara dengan nada cemas.
Pak Rendra membaca surat itu dengan seksama. "Mereka menawarkan kompensasi yang besar, tapi dampaknya pada lingkungan dan masyarakat desa harus kita pikirkan matang-matang."
Diskusi Bersama Warga
Pak Rendra segera mengadakan pertemuan dengan warga desa di balai desa. Pak Lurah membuka diskusi dengan mengungkapkan isi surat tersebut. "Perusahaan ini menjanjikan pembangunan yang akan membawa lapangan kerja, tetapi kita juga harus mempertimbangkan dampak jangka panjangnya."
Sebagian warga melihat ini sebagai peluang untuk meningkatkan perekonomian desa. Namun, yang lain khawatir tentang dampaknya pada lingkungan dan kehidupan sehari-hari.
"Kita hidup dari sawah dan kebun. Kalau ada pabrik, apa anak-anak kita masih bisa menikmati udara segar?" tanya seorang ibu.
Amara menambahkan, "Perpustakaan kita juga ada di sini. Bagaimana masa depan pendidikan anak-anak jika lingkungan mereka berubah drastis?"
Diskusi berlangsung hangat, tetapi tidak ada keputusan yang diambil malam itu.
Tantangan Komitmen
Di tengah keraguan warga, Pak Rendra dan keluarganya merasa terbebani untuk tetap menjadi panutan. Mereka memutuskan untuk berdiskusi secara pribadi.
"Kita harus jujur dengan diri kita sendiri. Apakah misi kita adalah untuk pendidikan dan kebahagiaan jangka panjang, atau kita tergoda oleh keuntungan materi?" kata Pak Rendra kepada keluarganya.
Anindya, yang sudah mulai lebih dewasa, menyahut, "Ayah, jika kita menerima tawaran itu, apa yang akan terjadi dengan anak-anak desa yang mulai belajar di perpustakaan kita?"
Bu Amara mengangguk. "Kita tidak bisa membiarkan misi ini berhenti di sini. Pendidikan adalah hal yang tidak boleh dikorbankan."
Pendekatan Positif
Alih-alih menolak langsung, Pak Rendra memutuskan untuk menemui perwakilan perusahaan itu. Ia membawa serta Pak Lurah dan beberapa warga.
"Kami tidak menentang pembangunan," ujar Pak Rendra tegas. "Tapi kami ingin tahu rencana lengkap kalian, terutama terkait dampak lingkungan dan masyarakat desa."
Perusahaan tersebut menyatakan bahwa mereka akan membangun fasilitas pendidikan sebagai bagian dari proyek CSR (Corporate Social Responsibility). Namun, Pak Rendra dan warga ingin melihat tindakan nyata sebelum membuat keputusan.
"Kalau benar niat kalian untuk membantu desa, tunjukkan dulu bahwa kalian bisa membawa manfaat tanpa merusak apa yang sudah kami bangun," tambah Pak Rendra.
Meningkatkan Komitmen Keluarga
Di tengah proses itu, keluarga Pak Rendra tetap melanjutkan aktivitas di perpustakaan. Amara dan Anindya merancang program baru, yaitu Kelas Impian, yang mengajarkan anak-anak tentang pentingnya menjaga lingkungan.
"Kita harus memberi mereka pemahaman bahwa kemajuan tidak boleh mengorbankan alam," kata Amara kepada Anindya.
Kiran dan Raditya membantu anak-anak membuat poster dan prakarya dari bahan daur ulang. Sementara itu, Tasya menyusun cerita sederhana tentang pohon-pohon yang menjadi teman anak-anak desa, menginspirasi mereka untuk lebih mencintai alam.
Kebahagiaan di Setiap Langkah
Meskipun tantangan ini menambah beban pikiran, keluarga Pak Rendra memilih untuk menemukan kebahagiaan di setiap langkah. Mereka menyadari bahwa setiap usaha mereka, kecil maupun besar, membawa dampak positif bagi orang lain.
"Pak, aku bangga pada apa yang kita lakukan," kata Amara suatu malam. "Meskipun hasil akhirnya belum jelas, kita sudah memberikan contoh yang baik."
Pak Rendra tersenyum. "Kebahagiaan tidak selalu tentang hasil akhir, tetapi tentang bagaimana kita menjalani setiap proses dengan niat baik."
Anindya menambahkan, "Dan proses ini juga mengajarkan kita semua untuk tetap kuat dan bersatu."
Harapan Baru di Tengah Tantangan
Akhirnya, perusahaan itu mengundang Pak Rendra dan beberapa warga untuk berdiskusi lebih lanjut. Mereka setuju untuk menunda pembangunan dan mengalokasikan sebagian anggaran untuk mendukung perpustakaan dan pendidikan di desa.
Keluarga Pak Rendra merasa lega. "Ini baru langkah kecil, tapi kita sudah menunjukkan bahwa desa kita punya suara," ujar Pak Rendra.
Pak Lurah menambahkan, "Ini adalah kemenangan untuk kita semua. Keluarga Pak Rendra telah membuktikan bahwa kebahagiaan sejati datang dari perjuangan untuk kebaikan bersama."
Malam itu, keluarga Pak Rendra berkumpul di halaman rumah, menikmati angin malam yang sejuk. Mereka sadar bahwa perjalanan ini belum selesai, tetapi setiap langkah membawa kebahagiaan dan harapan baru.
Cerita sebelumnya bisa di baca di link bawah ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H