Perpustakaan kecil keluarga Pak Rendra, yang mereka sebut Perpustakaan Cahaya, mulai ramai dikunjungi anak-anak desa. Setiap sore, suara tawa dan obrolan ceria terdengar dari ruang tamu rumah yang kini penuh dengan rak buku, meja belajar, dan karpet nyaman tempat anak-anak duduk bersama.
"Bu, buku tentang cerita rakyat Jawa sudah selesai dibaca Siti. Ada lagi yang seru?" tanya Tasya pada Amara.
"Coba ajak Siti membaca buku ini," jawab Amara sambil menyerahkan buku bergambar baru. "Ini tentang pentingnya menjaga lingkungan. Kamu bisa belajar sambil mengajarkannya kepada teman-temanmu."
Tasya mengangguk antusias, lalu kembali bergabung dengan teman-temannya.
Kelas Belajar yang Menginspirasi
Kelas belajar yang dipimpin Amara setiap sore juga menjadi bagian penting dari kegiatan di perpustakaan. Anak-anak desa mulai mengenal huruf, angka, dan cerita-cerita yang memberikan nilai moral.
"Bu, kenapa matahari selalu terbit setiap pagi?" tanya seorang anak dengan penasaran.
Bu Amara tersenyum dan menjawab dengan sabar, "Karena matahari adalah harapan kita setiap hari. Sama seperti kalian yang belajar di sini, semakin kalian belajar, semakin besar harapan kalian untuk masa depan."
Selain membaca, Bu Amara juga melibatkan anak-anak dalam kegiatan praktis, seperti membuat mainan sederhana dari bahan bekas dan menanam pohon di sekitar rumah.
Tantangan Baru
Namun, di tengah keberhasilan mereka, keluarga Pak Rendra menghadapi tantangan. Jumlah anak-anak yang datang ke perpustakaan semakin bertambah, tetapi buku yang tersedia terbatas. Rak-rak yang dibuat Kiran mulai penuh, dan beberapa buku sudah terlihat usang karena sering digunakan.
"Ayah, kita butuh lebih banyak buku," kata Anindya suatu malam. "Aku melihat anak-anak membaca buku yang sama berulang-ulang."
Pak Rendra mengangguk, menyadari masalah itu. "Kita harus mencari cara untuk mendapatkan lebih banyak buku. Mungkin kita bisa meminta bantuan dari pihak luar."
Tantangan lain muncul saat beberapa orang tua di desa mulai ragu mengizinkan anak-anak mereka datang ke perpustakaan. "Mereka harus membantu di sawah, bukan duduk membaca buku," kata salah satu orang tua kepada Pak Rendra.
Pak Rendra memahami kekhawatiran itu. Ia lalu mengunjungi beberapa rumah, menjelaskan pentingnya pendidikan sambil menawarkan bantuan kepada keluarga-keluarga yang membutuhkan tenaga kerja tambahan di sawah. "Kami tidak ingin menghalangi pekerjaan mereka, tapi mari kita beri anak-anak sedikit waktu untuk belajar. Pendidikan adalah investasi bagi masa depan mereka," katanya dengan tulus.
Harapan dan Dukungan Baru
Di tengah tantangan tersebut, dukungan tak terduga datang dari Pak Lurah. Ia mendengar tentang proyek perpustakaan keluarga Pak Rendra dan merasa terinspirasi.
"Pak Pak Rendra, saya ingin membantu. Kita bisa mengadakan penggalangan dana kecil-kecilan di desa ini. Dengan uang itu, kita bisa membeli buku baru atau perlengkapan belajar," kata Pak Lurah.
Usul itu disambut baik oleh keluarga Pak Rendra. Mereka bekerja sama dengan warga desa untuk mengadakan acara sederhana berupa pasar murah dan pertunjukan seni kecil. Anindya memainkan biola, Raditya dan Arka menampilkan tarian tradisional, sementara Tasya membacakan puisi tentang harapan.
Hasil dari acara itu melebihi harapan. Mereka berhasil membeli banyak buku baru dan beberapa alat tulis untuk perpustakaan.
Memupuk Harapan
Di malam setelah acara, keluarga Pak Rendra berkumpul di ruang tamu yang kini terasa lebih hidup dengan rak-rak penuh buku baru.
"Ini semua berkat kerja keras kita dan dukungan dari desa," kata Pak Rendra dengan bangga.
Amara menambahkan, "Tantangan itu membuat kita lebih kuat. Kita memupuk harapan, bukan hanya untuk keluarga kita, tetapi juga untuk anak-anak di desa ini."
Anindya menatap rak buku dengan mata berbinar. "Aku berharap suatu hari, perpustakaan ini bisa menjadi lebih besar dan menjangkau lebih banyak anak."
Tasya memegang tangan ibunya sambil berkata, "Aku ingin bunga matahariku tumbuh lebih banyak, seperti harapan yang kita tanam di sini."
Mimpi untuk Masa Depan
Meski tantangan masih mungkin muncul, keluarga Pak Rendra tahu bahwa mereka sedang memupuk sesuatu yang besar. Mereka tidak hanya membangun perpustakaan, tetapi juga semangat belajar dan harapan bagi generasi muda di desa mereka.
"Harapan itu seperti benih," ujar Pak Rendra suatu malam kepada anak-anaknya. "Kalau kita rawat dengan baik, suatu hari akan tumbuh menjadi pohon yang besar dan kuat."
Malam itu, di bawah cahaya bulan, keluarga Pak Rendra berdoa bersama, memohon agar harapan yang mereka pupuk terus tumbuh dan memberikan manfaat bagi banyak orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H