dedaun pohon melambai
tiupan angin menyapu debu halaman
perih menyapa mataku
menanyakan kabar tentang musim dingin
tempat di mana pertama kali aku, meneguk air susu
dari hasil ibu memakan makanan yang tumbuh di tanah asalnya
tiada kerinduan selain kerinduan
seolah hati baru sembuh dari ngilu bisingnya kota
mendengar lagi suara nun jauh tertinggal oleh putaran waktu
di sudut peraduan nasib orang-orang melarat:
wewangian baju kota
gedung pencakar langit
serta anak-anak jalanan yang masih terusik dari tidur malamnya
duhai wajah teduh berambut mati
letih kusimpan rindu di antara lipatan kulit ular
mendedah cangkul saat
kerutan wajah mulai tampak pada kaca
sisa-sisa kenangan
guratan masa lalu sebelum semburat senja
senandung diri di halaman
pada hari sebelum senja itu
meringkuk memasuki pintu malam berbintang
anak-anak kembali belajar mengaji
membersihkan daki di sekujur tubuhnya
agar kepada siapa pertama kali
aku belajar berbakti
Moehammad Abdoe, lahir di Malang, pelopor komunitas Pemuda Desa Merdeka, aktif menulis puisi, cerpen, dan opini di berbagai media massa lokal dan nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H