"Bagaimana rasanya kutinggalkan, sayang?"
Ingin rasanya Erlina menampar muka Ahmad. Sialan, setelah membuatnya depresi, pria ini memasang wajah lugu seolah tak terjadi apa-apa.
Saat itu pula Rossa ikut memeluk Erlina dari samping, masih tergelak.
"Sorry, jeng... Kita bosan kalau merayakannya pakai kejutan standar. Jadi aku rela saja kau kutuk sebentar. Lagian kayak nggak kenal aku saja. Mana mau sih melepas persahabatan hanya karena cowok."
Tubuh Erlina lunglai, sementara staf sudah mulai beringsut menuju buffet. Sudah tak peduli lagi dengan keadaan bos-nya yang masih berdiri di sekitar pintu masuk bersama Ahmad dan Rossa.
"Dan for your information, ini ide anak-anak buah kamu, lho," ungkap Ahmad sambil membersihkan bekas-bekas kue di wajahnya, mengarahkan wajahnya ke arah buffet dimana Sofi dengan jahil menjulurkan lidah dan memutar bola matanya pada Erlina.
Erlina menatap semua staf majalah itu satu persatu. Adik-adik yang sangat disayanginya.
"Waduh mereka iseng juga, ya," bisiknya tak kuasa menggariskan senyum setelah melalui segala yang telah terjadi. "Aku harus balas mereka."
Erlina berniat mengerjai stafnya. Ia pun menjatuhkan diri pura-pura pingsan. Rossa terpekik kaget. Dan benar saja, semua staf-nya sontak khawatir dan berlari mendekat sambil menjerit-jerit panik.
Erlina sekuat tenaga menahan tawa. Meski saat membuka matanya sedikit untuk mengintip stafnya, ia menyangsikan melihat Ahmad menggenggam jemari Rossa di belakang kerumunan para karyawan yang menghampiri dengan histeris. Sesaat saja. Sebelum kerumunan itu sepenuhnya menghalangi mereka berdua.
 *********************************************************