Dor
Dor
Dor
Tiga tembakan terakhir dilepaskan oleh salah satu anak buahku. Peluru itu melesat tepat di jantung Doni, adik tiriku yang sering memperlakukanku layaknya binatang. Baru kali ini aku merasakan darah segar yang menempel di kakiku dengan perasaan bahagia. Namun, hatiku belum merasa puas dibandingkan semua kejahatan yang pernah keluarga ini lakukan kepadaku.
Setapak demi setapak kakiku melangkah menuju perempuan yang selama ini aku anggap sebagai mama tiriku itu. Dengan tangan dan mulut yang disegel, dia hanya bisa menyucurkan air mata menyaksikan anak bungsunya terbunuh dengan sadis.
"Maaaaah, mama gak papa kan?" Sapaku, mengelus-elus rambutnya yang acak-acakan. "Mama tenang aja, sebentar lagi mama akan ketemu lagi sama Doni." Kutarik rambut perempuan itu sampai menjerit kesakitan.
Mata mama melototiku dan mulutnya bergerak-gerak, seakan-akan ada yang mau ia katakan. Aku pun membuka lakban yang yang ada di mulutnya dan sepontan mama meludahi wajahku. Aku tersenyum dan tertawa ringan. Tanpa pikir panjang, kuambil pukulan besi yang ada di tangan anak buahku, lalu kupulkan ke kepala mama, sampai mebuatnya tergeletak dengan kepala yang berlumuran darah.
"Cek perempuan itu!" Titahku ke salah satu anak buahku.
"Siap bos." Ia pun memeriksa pernafasan mama. "Dia belum mati." Kata anak buahku.
Tak lama dari itu, mama tersadar dan mulai membuka matanya.