Moch. Rijal - Mahasiswa Magister Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Â
Pentingnya Penanganan Bullying untuk Kesehatan Mental Anak
Bullying merupakan masalah sosial yang serius dan terus berkembang, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Bullying, sebuah fenomena sosial yang merajalela, merupakan perilaku agresif yang dapat terjadi di berbagai aspek kehidupan, mulai dari lingkungan sekolah, tempat kerja, hingga dunia maya. Tidak hanya sekadar gejala kekerasan fisik atau verbal, bullying mencakup juga perlakuan diskriminatif, penolakan, dan pelecehan secara psikologis. Sebagaimana diungkapkan dalam penelitian oleh Candrawati, R., & Setyawan (2023). Bahwa bullying tidak hanya terbatas pada tindakan fisik, tetapi juga mencakup penindasan verbal, non-verbal, serta cyberbullying. Jenis-jenis bullying ini memiliki dampak jangka panjang yang signifikan terhadap kesehatan mental anak, yang sering kali diabaikan oleh banyak pihak.
Kita dapat melihat fenomena sosial yang sering terjadi saat ini bahwa anak-anak yang menjadi korban bullying cenderung mengalami berbagai masalah psikologis, seperti kecemasan, depresi, dan rendahnya harga diri. Mereka sering merasa terisolasi dan tidak berdaya, yang mengarah pada gangguan kesehatan mental yang lebih serius di kemudian hari. Hal ini menunjukkan bahwa bullying adalah fenomena sosial yang tidak hanya merugikan korban, tetapi juga menciptakan lingkungan yang tidak sehat di sekolah dan masyarakat.
Menurut Prastiti dan Anshori (2023) bullying bukan hanya mengancam perkembangan anak, tetapi juga dapat menjadi pemicu terhadap tindakan kekerasan seksual di dalam lingkungan sekolah. Fenomena ini memberikan gambaran bahwa bullying memiliki dampak jangka panjang yang serius, terutama dalam konteks keamanan dan perilaku anak di masa remaja. Pentingnya penanganan kasus bullying tidak bisa dianggap remeh. Penelitian menunjukkan bahwa bullying dapat memicu perilaku antisosial yang lebih serius di masa remaja. Oleh karena itu, langkah-langkah pencegahan dan intervensi yang tepat sangat dibutuhkan. Sekolah harus menjadi tempat yang aman dan mendukung bagi semua siswa. Melatih guru dan staf untuk mengenali tanda-tanda bullying serta menerapkan kebijakan yang tegas terhadap tindakan bullying adalah langkah awal yang krusial.
Selain itu, dukungan psikologis bagi korban bullying juga sangat penting. Program konseling dan terapi dapat membantu anak-anak mengatasi pengalaman traumatik mereka dan membangun kembali rasa percaya diri. Dengan melibatkan orang tua dan masyarakat dalam upaya pencegahan, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi perkembangan mental anak.
Akhirnya, bullying adalah masalah kompleks yang memerlukan perhatian dari semua pihak. Kita harus berkomitmen untuk menghentikan siklus kekerasan ini agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang positif. Kesehatan mental anak adalah investasi untuk masa depan kita bersama. Dengan tindakan yang tepat, kita dapat menciptakan generasi yang lebih sehat secara mental dan emosional.
Hasil Analisis Menggunakan Teori-teori Psikologi Sosial
1. Teori Ketidakadilan Sosial
Teori ini menjelaskan bahwa bullying sering kali merupakan manifestasi dari ketidaksetaraan kekuasaan. Dalam konteks bullying, pelaku merasa memiliki kekuatan lebih dan menggunakan perilaku agresif untuk mendominasi korban. Dampaknya bagi kesehatan mental anak sangat signifikan; korban bullying sering merasa tertekan, tidak berdaya, dan terisolasi. Ketidakadilan ini dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan penurunan harga diri, yang semuanya berkontribusi pada gangguan kesehatan mental jangka panjang.
Â
2. Teori Pembelajaran Sosial (Albert Bandura)
Teori ini berpendapat bahwa individu belajar melalui pengamatan dan peniruan. Anak-anak yang menyaksikan perilaku bullying mungkin meniru tindakan tersebut, baik sebagai pelaku maupun sebagai korban. Bullying yang berulang dapat mengajarkan anak-anak bahwa kekerasan adalah cara yang efektif untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ini dapat mengarah pada perkembangan perilaku agresif dan masalah emosional, seperti kecemasan dan depresi, pada korban yang terus-menerus menerima perilaku negatif.
Â
3. Teori Identitas Sosial (Tajfel dan Turner)
Teori ini menjelaskan bagaimana individu membentuk identitas mereka berdasarkan kelompok sosial. Dalam situasi bullying, korban mungkin merasa terasing dari kelompok, yang dapat memperburuk kesehatan mental mereka. Ketika anak merasa tidak diterima, mereka dapat mengalami rendah diri dan isolasi, yang berkontribusi pada masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.
Â
4. Teori Stigma
Teori stigma menunjukkan bagaimana individu yang menjadi korban bullying dapat mengalami stigma sosial. Korban bullying sering kali diberi label negatif dan dieksklusi dari interaksi sosial, sehingga menciptakan perasaan terasing dan rendah diri. Stigma ini dapat menghasilkan tekanan psikologis yang signifikan, mempengaruhi kesehatan mental dan emosional anak dalam jangka panjang.
Â
5. Teori Resiliensi
Teori ini berfokus pada kemampuan individu untuk mengatasi pengalaman negatif. Anak-anak yang menjadi korban bullying mungkin memiliki tingkat resiliensi yang berbeda-beda. Mereka yang memiliki dukungan sosial yang kuat mungkin lebih mampu mengatasi dampak bullying daripada mereka yang tidak. Namun, jika bullying terjadi secara terus-menerus, dampaknya pada kesehatan mental—termasuk peningkatan kecemasan dan depresi—dapat menjadi lebih parah.
Â
6. Teori Interaksi Simbolik
Teori ini menekankan pentingnya interaksi sosial dan komunikasi dalam membentuk perilaku. Bullying sering kali melibatkan penggunaan simbol dan bahasa yang merendahkan. Korban yang terpapar pada perilaku negatif ini secara terus-menerus dapat menginternalisasi pesan-pesan negatif tentang diri mereka, yang berujung pada masalah kesehatan mental seperti kehilangan rasa percaya diri dan peningkatan kecemasan.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Â
Faizah, F., & Amna, Z. (2017). Bullying dan Kesehatan Mental Pada Remaja Sekolah Menengah     Atas di Banda Aceh. Gender Equality: International Journal of Child and Gender Studies,        3(1.
Muliasari, N. A. (2019). dampak bullying terhadap kesehatan mental anak (studi kasus di mi     ma'arif cekok babadan ponorogo) (Doctoral dissertation, IAIN PONOROGO).
Darmayanti, K. K. H., Kurniawati, F., & Situmorang, D. D. B. (2019). Bullying di sekolah: Â Â Â Â Â Â Pengertian, dampak, pembagian dan cara menanggulanginya. PEDAGOGIA, 17(1), 5566.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2016). Ratas Bullying KPPPA. Â Â Â Â Â Diakses pada 25 November 2021 pada https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/8e022-januari-ratas-bullying-kpp-pa.pdf
Muliasari, N. A. (2019). Dampak Perilaku Bullying Terhadap Kesehatan Mental Anak (Studi    Kasus Di MI Ma’arif Cekok Badan Ponorogo) . Diakses pada 25 November 2021 pada http://etheses.iainponorogo.ac.id/8256/1/BAB%20I-BAB%20VI.pdf.
Indriyani (2020). Studi: Dampak Bullying bisa Pengaruhi Kesehatan Mental Jangka Panjang. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Diakses pada 25 November 2021 pada https://www.idntimes.com/health/medical/indriyani-4/dampak-bullying-bisa-pengaruhi- Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â kesehatan-mental-jangka-panjang-c1c2/5
Rusmiati, D. (2019). MAKALAH PENOMENA PRILAKU BULLYING ANAK SEKOLAH. Â Â Â Â Â https://osf.io/preprints/inarxiv/4r5df/
TimSejiwa. (2008). Bullying: Panduan bagi Orang Tua dan Guru Mengatasi       Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan. Jakarta: Grasindo.
https://www.unicef.org/indonesia/id/cara-membicarakan-bullying-dengan-anak-anda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H