Rakyat tetap terpuruk dalam kawah krisis dan kemiskinan yang terus melilit hidupnya. Kejahatan kerah putih berjalan sendiri dan menetapkan kebijakan sejauh dapat memberikan peluang kepadanya untuk terus melestarikan eksistensinya.Â
Salah satu pokok mengapa kejahatan kerah putih di negara kita yang tampil dengan banyak wajah sehingga sulit diberantas adalah karena esensi kedaulatan rakyat tidak pernah ditegakkan, karena hukum harus dapat menjamin hak-hak demokratis seluas-luasnya.
 Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui apakah unsur-unsur suatu kejahatan yang dikategorikan sebagai "white collar crime" ? dan bagaimanakah reaksi masyarakat dan hukum dalam memberikan sanksi terhadap pelaku white collar crime ? Â
Apa itu Korupsi dan White-Collar Crime?
"White collar crime"
Kajian white collar crime sendiri mulai dipopulerkan oleh Edwin H. Sutherland pada tahun 1939, saat berbicara di depan pertemuan tahunan American Sociological Society ke-34 di Philadelphia tanggal 27 Desember, yang dia istilahkan sebagai perbuatan kejahatan oleh orang yang terhormat dan memiliki status tinggi serta berhubungan dengan pekerjaannya (Munir Fuady. 2008) Dictionary of Criminal Justice Data Terminology mendefinisikan white collar crime sebagai nonviolent crime dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan finansial yang dilakukan dengan menipu, oleh orang yang memiliki status pekerjaan sebagai pengusaha, profesional atau semi profesional dan menggunakan kemampuan teknis serta kesempatan atas dasar pekerjaannya.Â
Atau perbuatan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan financial menggunakan tipu muslihat dan dilakukan oleh orang yang memiliki kecakapan khusus dan pengetahuan profesional atas perusahaan dan pemerintahan, terlepas dari pekerjaannya.Â
Beberapa karakteristik white collar crime yang membedakannya dengan kejahatan lain, yaitu: Pelaku sulit diidentifikasi. Jika kerusakan belum dirasakan maka korban tidak akan sadar.Â
1. Diperlukan waktu yang lama untuk pembuktian dan juga butuh keahlian tertentu.Â
2. Jika menyangkut organisasi, susah dicari seseorang yang bertanggung jawab, biasanya diarahkan ke atasan karena tidak mencegah, atau kepada bawahan karena tidak mengikuti perintah atasanÂ
3. Proses viktimisasi juga tersamar karena pelaku dan korban tidak secara langsung berhadapan.
4. Kerumitan dan tersamarnya pelaku membuat sulit dilacak. 5. Sulit mengadili karena minimnya bukti dan siapa yang disalahkan. 6. Pelaku biasanya mendapatkan treatment atau sanksi yang ringan. 7. Pelaku biasanya mendapatkan status kriminal yang ambigu.Â