B. Badranaya; Badra/Babadra artinya membangun fondasi dasar, Naya atau nayaka atau utusan atau utusan nabi atau rasul Jawa Nusantara, orang bawah orang atas. Kemudian menjadi kata menjadi Semar Badranaya; berani melawan Kahayangan/ Semar Gugat kekuasaan, (buang angin di Kahayangan atau Semar & kentut kesayangannya).
C. Semar adalah dualitas antara manusia (manusia bawah, sekaligus nabi/rasul nama atas atau double Hermeneutika; atau dikenal dengan metafora Semar, mempunyai senjata andalan yang mampu menaklukkan lawan-lawannya bahkan tokoh sekelas Batara Guru sekalipun yaitu, kentut. Senjata ini sangat ampuh dan digunakan saat Semar terdesak. Siapapun yang terkena kentut Semar pasti kalah dan akan kembali ke jalan yang benar. Bisanya dipakai saat dalang mengkritik kekuasan, atau pimpinan yang zolim pada rakyat; atau demo seperti tahun 1988 saat Presiden Soeharto lengser ke Prabon. Ismoyo atau Semar  adalah repesentasi ratu adil mampu membawa beban kehidupan, dan apa saja kuat, maka Ismoyo atau Semar adalah pembimbing Ksatria Tanah Jawa Nusantara yang berwatak adil; dimana keturunan watak sifat (bibit)nya menghasilkan pemimpin Indonesia selamanya;
Makna Semiotik & Hermeneutis  SEMAR Â
1. Semar secara Fisik Gambar, bukan laki-laki bukan perempuan, tangan kanan ke atas, kiri kebawah; tua sekaligus anak-anak; tertawa dan menangis/ matanya mengalir air mata, posisi duduk sekaligus berdiri; dalam dialog wayang ketawa sekaligus menangis;
2. Semar Memiliki kulit Hitam. Simbol Bumi, atau Tanah, sebagai Teguhan paling teguh, dan diam. Diapapun menerima semuanya; paling kuat adalah Tanah, dibandingkan Air, api, air, tapi tidak pernah sombong, dan angkuh, walaupun memiliki semuanya; selalu memberi terbaik tanpa pamrih. Selalu berbuat terbaik dan paling baik, sifat wangsa tanah/bumi. Semar adalah simbolik manusia yang mampu menerima realitas, bahkan meta realitas, tanpa kategori (suwung ing pamrih). Sepi Ing Pamrih Rame Ing Gawe.
3. Semar dan Simbol Kuncung 8 (delapan), memilik kategori-kategori seperti tidak lapar, tak pernah ngantuk, tidak jatuh cinta, tidak bersedih, tidak merasa cape, tidak menderita sakit, Â tidak kepanasan, dan tidak kedinginan; (tidak dipengaruhi oleh diluar dirinya mirip kaum Stoa). Tidak artinya mampu mengendalikan dengan baik; 8 kuncung ini membuat semar Sakti;
4. Posisi Semar; Dewa Kemangungsaan; dewa sebagai manusia, bukan manusia tapi ngaku jadi dewa. Ini adalah simbol pemimpin NKRI (sifat dewa yang merakyat). Kedua implikasinya adalah Krisna vs  Siwa;  maka orang Jawa/Nusantara, atau  Siwa Buddha, dan Hindu  Siwa disebut Batara Guru. Atau ajaran Siwa-Buddha adalah campuran agama Hindu dan Buddha di Indonesia. Pada zaman Majapahit agama Siwa dan Buddha berpadu menjadi satu, dan ini bisa dilihat dalam beberapa karya sastra antara lain Kakawin Sutasoma dan Kakawin Arjunawijaya; Siwa disebut dewa Bhairawa;
Metafora  SEMAR;
"Mbregegeg, Ugeng-ugeng, Hmel-hmel, Sak Ndulit, Langgeng" Â
Makna Semiotik & Hermeneutis  SEMAR:
1. Semar: menitis Ponokawan, (pono; memiliki visi jernih); teman mikir jernih, murni, dan teman paling baik dalam hal apapun jujur, solusi, pendidik. Â Kata Punakawan bukan pembantu atau budak.
2. Kata Utama Semar; "Mbregegeg, Ugeng-ugeng, Hmel-hmel, Sak Ndulit, Langgeng".
Artinya adalah  Mbregegeg, (jangan diam), Ugeng-ugeng (berusaha untuk lepas), hmel-hmel (mencari apapun kebaikan hidup), Sak Ndulit (hasil nya sedikit), Langgeng (hasilnya baik dan langgeng)/jangan copy faste/korupsi;