Setelah pertemuan usai, para kyai kembali lagi ke rumah H. Akhiya. Beberapa pejuang kemudian  diutus ke wilayah  yang sudah ditentukan seperti Serang, Tirtayasa, Terumbu, Tanara untuk menyampaikan pemberontakan siap dimulai hari Senin tanggal 9 Juni 1888,  Ki Wasid dan H.Tubagus ismail memerintahkan kepada para pejuang yang ada di wilayah Cilegon dan sekitarnya  untuk bergerak ke Cilegon pada pagi harinya.
Sesuai dengan perintah Ki Wasid itu, maka pada pagi hari tanggal 8 Juli, terjadi arak arakan massa yang berangkat dari rumah H. Akhiya dan berahir di depan rumah H.Tubagus Kusen (Penghulu. Peserta arak arakan ini terdiri dari para kyai dan murid muridnya dengan mengenakan pakaian putih dan ikat kepala disertai dengan iringan takbir dan qosidah menggunaan rebana.
Pihak kolonial mengira bahwa arak arakan yang juga memakai dua sado (andong) tersebut adalah massa yang sedang mengarak anaknya H.Akhiya yang akan dihitan karena sudah menjadi kebiasaan rakyat.
Malam harinya, Ki Wasid dan H.Ismail membawa pasukan bersenjata golok dan tombak bergerak dari cibeber menuju Seneja, tempat H.Ishak yang dijadikan markas pemberontakan.
Tanggal 9 Juli 1888, merupakan  kronik perjuangan rakyat Cilegon melawan penjajah, Pusat pemerintahan di serbu dari berbagai penjuru, sasarannya rumah pejabat  Cilegon baik yang Belanda maupun yang bukan Belanda (pejabat pribumi).
Serangan awal dilaksanakan waktu sepertiga malam menjelang subuh, yang pertama jadi sasaran adalah rumah yang tidak jauh dari rumah H.Ishak ---markas pemberontakan-- yakni tempat tinggal F. Dumas juru tulis Asisten Residen, penyerbuan dipimpin H.Tubagus Ismail.
Pagi hari  semua pasukan berkumpul di markas pemberontakan yakni Gardu Jombang Wetan, oleh Ki Wasid, H.Tubagus Ismail dan H.Ishak, dibentuk beberapa pasukan yang diberi tugas masing masing untuk menyerbu Kepatihan, Rumah Asisten Residen, Penjara dan rumah pejabat lain yang dianggap sebagai antek antek penjajah.
Bag. 1 Lihat disini: Â
Baca Juga: Kronik Perjuangan Pemberontakan Cilegon 1888 Â