Abstrack
This investigate analyzes the presence of Caping Kalo which is progressively being deserted by the individuals of Kudus. Through an meet with Pak Kamto as the first Caping Kalo skilled worker, who is the as it were and last Caping Kalo expert within the Kudus zone. This research depicts the history, fabricating prepare, and issues within the current present day period.
Abstrak
Penelitian ini mengkaji tentang keberadaan Caping Kalo yang semakin lama semakin ditinggalkan oleh masyarakat Kudus. Melalui wawancara dengan Pak Kamto selaku pengrajin Caping Kalo asli, yang merupakan pengrajin Caping Kalo satu-satunya dan yang terakhir di daaerah Kudus. Penelitian ini memaparkan sejarah, proses pembuatan, dan problematika di era modern saat ini.
Pendahuluan
Caping Kalo adalah salah satu elemen penting dari baju adat Kudus, Caping Kalo ini biasanya di pakai sebagai penutup kepala di baju adat Kudus dalam pementasan di acara-acara penting yang diadakan di Kabupaten Kudus. Keberadaan Caping Kalo ini melambangkan budaya asli daerah Kudus sekaligus mencerminkan nilai-nilai tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Caping Kalo memiliki tingkat kesulitan tinggi dalam pembuatannya. Dibutuhkan ketrampilan khusus dan ketelitian yang hanya bisa dilakukan oleh pengrajin aslinya. Proses pembuatannya melibatkan pemilihan bahan terbaik dan Teknik anyaman tradisional khas Kudus. Dalam perkembangannya Caping Kalo ini hanya digunakan untuk pelengkap busana adat pada acara seremonial seperti hari jadi kota Kudus, agenda pariwisata dan pertunjukkan tari. Hal ini menyebabkan jumlah pengrajin Caping Kalo ini terus berkurang hingga saat ini pada tahun 2024 hanya tersisa satu saja pengrajin Caping Kalo yang asli yaitu Pak Kamto.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang Caping Kalo itu sendiri dan menelaah problematika yang dihadapi pengrajin Caping Kalo.
Metode
Penelitian ini memanfaatkan wawancara sebagai sumber data. Pak Kamto dari desa Gulang, Kabupaten Kudus, adalah orang yang diwawancarai. Beliau turun temurun menjadi pengrajin Caping Kalo dari kakek nya. Meskipun wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang sudah disiapkan, tetap ada ruang dan kesempatan bagi informan untuk mengembangkan informasi yang sudah mereka berikan.
Dalam wawancara, topik yang dibahas termasuk sejarah Caping Kalo, proses pembuatan, nilai filosofis, fungsi penggunaan, peran dalam memperkenalkan budaya kudus, dan tantangan untuk mempertahankan budaya ini di era modern.
Analisis data dengan mengidentifikasi dari hasil wawancara dan menjabarkan dengan sebagaimana mestinya. Selanjutnya, hasil analisis disusun secara sistematis untuk memberikan gambaran tentang kondisi saat ini.
Pembahasan
Sejarah Caping Kalo ini merupakan kerajinan khas Kudus yang lebih tepatnya dari desa Gulang, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus. Pengrajin Caping Kalo ini adalah turun temurun hingga sekarang, dari pak Kamto yang saya wawancarai beliau adalah penerus atau generasi ke-4 dari pengrajin-pengrajin yang ada di Kudus. Namun generasi saat ini atau generasi pada era modern ini enggan melanjutkan budaya asli Kudus ini karena memang pembuatannya yang sulit, rumit, dan tidak menghasilkan uang dengan cepat.
“kalau ditanya sejarah saya kurang tau ya, tapi waktu itu dari simbah buyut itu kan kemungkinan mulai tahun berapa saya tidak tau, pokoknya say aini generasi ke empat dari pembuatan caping kalo itu dan generasi ketiga bapak saya itu meninggal kurang lebih usia 90 tahun pada tahun 2020 kemarin, jadi bapak itu belajar dari simbah dan simbah belajar dari buyut, ndak belajar tapi memang dikerjakan dari generasi ke generasi dan generasi sekarang itu enggan yang mengerjakan itu karena ribet, rumit”
Walaupun begitu pak Kamto sendiri disini sebagai pengrajin terakhir mendapatkan perhatian khusus dari pelaku seni yang ada di Kudus, contohnya adalah perusahaan rokok kretek yang ada di kudus yaitu PT.Nojorono Tobacco yang berupaya menjaga kelestarian caping kalo dari kepunahan. Melalui salah satu programnya bernama corporate social responsibility Yayasan Karya Bakti Nojorono (YKBN), diterbitkan buku berjudul Caping Kalo : Riwayat Penutup Kepala Perempuan di Kota Kretek pada tahun 2022. Buku setebal 224 halaman itu berisi sejarah Caping Kalo melalui serangkaian penelitian sumber-sumber primer, seperti dokumen, catatan arsip para gubernur jenderal Hindia Belanda pada masa itu, dan karya ilmiah pada beberapa perguruan tingggi. Selain itu PT.Nojorono Tobacco ini mematenkan Caping Kalo sebagai identitas budaya dari Kabupaten Kudus, sejak hak paten itu keluar minat terhadap kerajinan tersebut kembali tumbuh, penjualan hingga sampai keluar jawa seperti bangka Belitung dan beberapa daerah di jawa seperti Malang, Surabaya, Depok, Bekasi, Cirebon, Jogja, dan Solo.
“banyak kok yang beli, dari luar jawa juga ada kayak Bangka Belitung, kemungkinan ya itu ya keturunan jawa yang ada disana, trus dari Malang, Surabaya juga ada, Depok, Bekasi, Cirebon, jogja juga ada, trus solo”.
Kesusahan mempertahankan budaya asli Kudus ini dalam pemasaran juga dirasakan oleh Pak Kamto sendiri karena menurut pak Kamto Caping Kalo ini memang tidak bisa dipasarkan secara normal karena bakul (penjual) tidak berani mengestok dikarenakan mahal dan perawatannya susah sehingga jika rusak dengan tidak disengaja akan rugi besar
“Kesusahan yang utama adalah masalah pemasaran terus terang ya ndak bisa dipasarkan masalahnya itu bakul-bakul (penjual) itu ndak bsai ndak berani nyetok masalahnya ya mahal, perawatannya juga susah kalo itu sampe dikreket (dimakan) tikus itu rugi besar, kan enak dibelikan yang lain seperti ekrak, sapu atau yang lain”.
Dalam pembuatan Caping Kalo juga memerlukan tingkat kreatifitas yang tinggi dan teliti, karena Caping jenis ini berbeda dengan jenis caping lainnya, pembuatannya sangat sulit yang membuatnya langka dan harga nya mahal. Urutan membuat Caping Kalo ini adalah pertama-tama membuat rangkepan terlebih dahulu, lalu haluskan daun rembutung atau sulo dan juga ijuk atau duk, serta ada bagian yang di anyam halus di bagian atas, setelah semua siap lalu dirangkai, dan terakhir harus di jahit agar terlihat rapi.
Caping Kalo ini sekarang hanya difungsikan untuk acara-acara tertentu atau acara besar, dan Caping Kalo ini hanya sebagai pelengkap ini baju adat wanita Kudus. Kebutuhan penggunaan Caping Kalo yang semakin ditinggalkan membuatnya semakin terancam punah. Tercatat pengrajin Caping Kalo saat ini hanya tersisa 1 orang karena sampai artikel ini dibuat pengrajin Caping Kalo yang bernama Mustar telah meninggal dunia 8 hari setelah artikel ini dibuat.
Peran Caping Kalo untuk memperkenalkan budaya kudus terbilang sukses karena perjalanan Caping Kalo untuk memperkenalkan budaya asli daerah Kudus sudah sampai seluruh Nusantara, hingga sampai saat ini kebanyakan tokoh-tokoh politik memakai baju adat Kudus di acara-acara penting, lalu pada tahun 2022 Caping Kalo ini telah debut di Istana Negara.
Namun, dalam era modern saat ini tentu pasti menjadi tantangan tersendiri bagi budaya tradisional untuk tetap bertahan, tapi sayang sekali Caping Kalo ini sampai saat ini belum ada penerus yang ingin melanjutkan membuat Caping Kalo ini, begitupun dengan pak Kamto yang seiring berjalannya waktu juga pak Kamto akan semakin tua dan sudah tidak bisa melanjutkan membuat kerajinan budaya khas Kudus ini.
Kesimpulan
Caping Kalo merupakan warisan budaya asli daerah Kudus yang harus dipertahankan karena ini adalah identitas masyarakat Kudus dan daerah kudus. Meskipun menghadapi berbagai tantangan di era modern, berbagai upaya sudah dilakukan untuk tetap mempertahankan budaya asli Kudus ini.
Untuk menjamin keberlangsungan budaya Caping Kalo ini dibutuhkan kerja sama antara pelaku budaya, pengrajin, dan pemerintah setempat demi kesuksesan mempertahankan dan memperkenalkan kerajinan Caping Kalo ini.
Penulis : Moch Arya Dinaka
Program Studi Film dan Televisi, Institut Seni Indonesia Surakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H