Tulisan ini tidak lain adalah  realisasi guru madrasah di masa pendemi covid-19. Ditengah kesibukan work from home sejak 16 Maret 2020, banyak guru harus dipaksa melakukan berbagai pelatihan online yang selalu berkelanjutan dan aktif dimasa pandemi. Pelatihan Jarak Jauh (PJJ) galak diadakan oleh berbagai organisasi profesi, pemerintah, dan seluruh instansi diIndonesia.
 Kesempatan ini tidak boleh disia-siakan oleh  guru madrasah. Kami selalu haus akan ilmu pengetahuan. Mengikuti pelatihan online merupakan hal yang membanggakan dan memang sebuah hal yang wajib diikuti oleh guru untuk pengembangan diri dan profesi.
"Don't stop Reading, Don't stop Learning! and Don't stop Writing!". Ungkapan ini cocok untuk guru. Guru bernafaskan literasi sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi "Qoyyidul 'ilma bil-kitabi" artinya "Ikatlah ilmu dengan tulisan." Albert Einstein juga pernah mengatakan "Tidak ada manusia yang tidak butuh belajar, sekalipun dia dekat dengan kematiannya."
 Guru madrasah mencintai profesi dengan mencari banyak ilmu pengetahuan dan menguasai teknologi untuk hal yang edukatif, bernafas literasi, keteladan yang mumpuni dan mampu menciptakan brand yang selaras dengan zaman demi pendidikan Indonesia baru.
Guru madrasah juga harus meniru spirit luhur tokoh-tokoh literat (Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara,, dan Gusdur, juga Bj. Habibie). Mereka membaca-menulis sepanjang hidupnya. Walaupun hidup ditengah keterbatasan situasi penjajahan mereka mampu memerdekakan bangsanya.Â
Dizaman Presiden Jokowi, semangat literasi banyak digalakkan dalam dunia pendidikan dengan berbagai program seperti Gerakan Indonesia Membaca (GIM), Gerakan Literasi Bangsa (GLB), Gerakan Literasi Sekolah (GLS), bahkan sudah banyak Universitas yang membuat program Kuliah Kerja Nyata yang fokus dalam literasi dengan bekerjasama dengan Pemkot/Pemkab.Â
Oleh karena itu guru madrasah yang bernafaskan literasi akan sanggup menjangkau empat kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Kompetensi Pedagogik, Kata Pedagogik disini berasal dari bahasa Yunani kuno, yang terdiri dari kata paedos (anak) dan agogos (mengantar, membimbing, memimpin). Jadi secara singkat dapat disimpulkan bahwa makna istilah pedagogik tersebut berarti kemampuan membimbing anak untuk maju. Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik.Â
Kompetensi pedagogik ini merupakan ciri khas bagi profesi guru yang membedakannya dengan profesi lain, karena menyangkut tujuh aspek kemampuan yang unik, meliputi: (1) pengetahuan terhadap karakteristik siswa-siswinya, disini mempunyai arti bahwa guru harus menguasai ilmu psikologi terhadap lawan bicara atau peserta didik itu sendiri, lebih-lebih memahami cara berpikir dan pemecahan masalah dari tiap individu siswa, (2) penguasaan terhadap beragam teori dan prinsip pembelajaran, guru yang banyak akan metode pembelajaran akan sangat mudah mentransferkan ilmunya kepeserta didik.Â
(3) kemampuan dalam pengembangan kurikulum, dan mengolahnya menjadi sebuah pembelajaran yang menyenangkan dan efektif dalam waktu, (4) kemampuan komunikasi yang baik dengan peserta didik, karena dengan ini menjadi awal terbukanya hati dan perasaan yang menyambung antara guru dan siswa (5) pelaksanaan aktivitas pembelajaran yang mendidik, tentu membutuhkan beberapa aspek seperti halnya fasilitas kelas, peralatan tulis dan waktu yang tepat (6) pemahaman dan pengembangan potensi peserta didik, dan (7) aspek penilaian dan evaluasi pembelajaran secara terus menerus.
Â
Kompetensi Kepribadian, Kompetensi ini menyangkut tentang personal guru di mata para siswa-siswinya sebagai sosok yang menjadi suri tauladan. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, arif, bijaksana, berakhlak mulia, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. berarti dengan menulis, guru sedang menunjukkan keteladanan kepribadian.Â
Siswa cerdas akan makin cerdas dididik oleh guru teladan. Mengajar dan mendidik menyentuh langsung hati nurani akan terjadi hanya melalui aspek keteladan.Â
Jika guru meminta siswa untuk menulis maka guru harus lebih dahulu menulis. Itulah keteladanan. Tulisan guru selain untuk keteladanan, juga meningkatkan kompetensi dirinya, dan lebih dari itu dapat mencerdaskan masyarakat yang akan mengalami banyak hal edukatif dari tulisan seorang guru yang terbit di media massa misalnya.
Kompetensi Sosial, Pada bagian penjelasan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik, sesama rekan guru, orang tua siswa, bermacam-macam instansi dan organisasi hingga dengan masyarakat sekitar secara efektif dan efisien.
 Jadi, diharapkan guru mampu menggunakan kecerdasan emosionalnya dalam membangun kompetensi sosial, sehingga mampu menjalin interaksi sosial yang baik.
Kompetensi Profesional, Kemampuan ini wajib dimiliki seorang guru. Kompetensi ini dapat terpenuhi jika guru mampu menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan bidang tugasnya, termasuk juga perkembangan ilmu pengetahuan terkini. dengan menulis guru akan banyak menguasai materi yang akan ditransfer kepada siswa.Â
Semakin banyak sumber pengatahuan yang dikuasai guru maka materi ajar di kelas akan kaya, menarik, dan menyenangkan serta mudah dipahami siswa. Untuk mencapai ini guru harus gelisah bila tidak menulis dan membaca.
Abad ke-21 yang lebih akrab disebut sebagai era milenium, kiranya menuntut seseorang untuk banyak membaca dan menulis (literasi). Kegiatan membaca dan menulis diyakini akan meningkatkan keterampilan seseorang dalam berpikir dan bertindak. Oleh sebab itu himbauan untuk mengembangkan budaya literasi di sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat patut mendapat perhatian semua orang.
Dalam pengertian terbatas, literasi dimaknai dengan membaca dan menulis. Akan tetapi dalam konteks yang lebih luas, literasi mengandung makna kegiatan melihat, membaca, menyimak, berbicara dan mencipta. Pada gilirannya, apa yang dilihat, dibaca, disimak dan dibicarakan akan dapat menghasilkan sesuatu tulisan yang disebut dengan kegiatan menulis.Â
Unsur kegiatan dalam literasi akan menghasilkan seseorang untuk kreatif (creative), berpikir kritis (critical thinking), berkomunikasi (communication) dan bekerja sama (collaboration).Â
Unsur kegiatan literasi juga akan meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengakses, memahami dan menggunakan berbagai informasi yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Budaya membaca dan menulis dalam pembelajaran sudah lama diterapkan oleh guru. Hanya saja, implementasinya dalam pembelajaran perlu disempurnakan. Penyempurnaan dimaksud berkaitan dengan unsur dalam kegiatan literasi. Selain itu, budaya literasi diintegrasikan melalui strategi dan metode mengajar, pengelolaan kelas dan kegiatan evaluasi.Â
Dalam Kurikulum 2013, budaya literasi, sebagaimana halnya pendidikan karakter, tidak menambah atau menyisip materi pelajaran yang sudah ada. Strategi integrasi budaya literasi dalam pembelajaran dimulai dengan penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Penyusunan RPP mengakomodasi seluruh waktu pembelajaran, baik tahap pendahuluan dan kegiatan inti maupun kegiatan penutup.
Agar pembelajaran bernuansa literatif maka dalam pembelajaran diperlukan berbagai sumber dan media belajar.sumber belajar tidak hanya guru, lingkungan sekitar juga menjadi bahan/sumber belajar. Apa yang terdapat dalam ruang kelas dapat dimanfaatkan bahan dan sumber belajar. Begitu pula buku panduan, buku wajib dan buku penunjang.Â
Jika tidak memadai di ruang kelas, guru dapat membawa siswa ke ruang perpustakaan atau buku itu sendiri yang di bawa ke ruang kelas. Sumber dan media belajar dapat dalam bentuk audio maupun visual. Oleh sebab itu lieterasi dikelompokkan kedalam literasi audio dan literasi visual. Strategi literasi mengandung makna meningkatkan kemampuan dalam memanfaatkan berbagai sumber informasi yang ada di berbagai media.
Misalnya media cetak (buku, jurnal, tabloid, surat kabar, majalah, dll). Dalam bentuk digital, strategi literasi menghendaki peserta didik dapat mengkases dan memanfaatkan media internet dan digital yang berkembang dewasa ini.Â
Bentuk integrasi literasi dalam proses pembelajaran antara lain; mengamati objek media gambar/charta, mengamati lingkungan sekitar sekolah berkaitan dengan materi pelajaran, membaca sumber belajar seperti buku pelajaran, lks, buku catatan, dll., mengumpulkan informasi melalui lembaran observasi, menganalisis informasi, mendiskusikan secara kelompok, mempresentasikan hasil diskusi, bertanya dan menjawab pertanyaan.Â
Menyimpulkan, menyajikan laporan diskusi secara tertulis, memajang laporan diskusi di peprustakaan sekolah berbagai media sosial.
Sebuah motivasi yang bagus dari Pramoedya Ananta Toer  "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk peradaban." Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H