Mohon tunggu...
Mochammad Tamamy Melano
Mochammad Tamamy Melano Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Antropologi Budaya Universitas Gadjah Mada

Seorang mahasiswa yang gemar membagikan pengetahuan yang dimilikinya menjadi pengetahuan bersama lewat media digital demi memajukan bangsa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Negeri: Media Merangkul atau Menyeragamkan Agama?

4 Agustus 2023   21:42 Diperbarui: 4 Agustus 2023   21:52 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seragam perempuan berhijab di lembaga pendidikan Indonesia. Sumber foto: Akela Photography/Pexels

Apa itu Lembaga Pendidikan? Adakah Perannya?

Apa yang muncul di benak kita ketika mendengar istilah lembaga pendidikan di Indonesia? Tentunya banyak yang menjawab institusi yang dijalankan dan didanai oleh pemerintah dengan tujuan mencerdaskan generasi penerus bangsa tanpa tercabut dari akar budayanya.

Hal tersebut tentunya benar, namun tidak sedikit juga yang kurang sadar akan esensi dari hadirnya lembaga pendidikan di Indonesia. Lembaga pendidikan itu sendiri adalah agen sosialisasi kedua setelah keluarga yang berperan menjadi tempat berlangsungnya proses pendidikan. 

Dengan tujuan mengubah tingkah laku individu menjadi lebih baik melalui proses interaksi di dalamnya, sehingga pengetahuan yang didapatkannya mampu diaplikasikan ke kehidupan masyarakat yang lebih luas. Contoh lembaga pendidikan di Indonesia antara lain SD, SMP, SMA, SMK, PTN, kursus tertentu, tempat les, dan lain sebagainya.

Penerapan Tipe Pendidikan sebagai Kunci Sukses Meraih Cita-Cita Bangsa

Lembaga pendidikan di Indonesia memiliki urgensinya sendiri di mana kita dituntut untuk memperkaya pengetahuan sebagai individu yang hidup di tengah kemajemukan bangsa Indonesia sehingga diharapkan pengetahuan tersebut dapat membentuk karakter bangsa Indonesia yang selalu hormat serta solid dalam merangkul perbedaan untuk menuju negara yang inklusif.

Demi mencapai mimpi tersebut maka harus dimulai dengan membentuk fondasi, yaitu menerapkan pendidikan interkultural yang menitikberatkan pada tipe pembelajaran learning by doing yang berarti pendidikan tidak hanya didapatkan dari penjelasan di kelas melainkan juga lewat proses interaksi. 

Sebab, ketika pemahaman akan keberagaman sudah tercipta dan interaksi sudah diimplementasikan nantinya akan menghasilkan pemikiran reflektif bagi individu untuk memaknai apa yang terjadi di sekitarnya sebelum "terjun langsung" ke lapangan.

Ilustrasi seragam perempuan berhijab di lembaga pendidikan Indonesia. Sumber foto: Akela Photography/Pexels
Ilustrasi seragam perempuan berhijab di lembaga pendidikan Indonesia. Sumber foto: Akela Photography/Pexels

Hambatan Pendidikan di Indonesia

Sayangnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengimplementasikan sikap kebhinekaan dalam kehidupan pendidikan. Telah sering kita saksikan berbagai bentuk perlakuan yang mengeksklusifkan suatu agama untuk bisa diterapkan di sekolah negeri. 

Sekolah negeri seperti yang kita tahu ialah sekolah umum dimana semua orang dengan berbagai macam latar belakang bisa menempuh pendidikan sehingga peraturan yang dibuat haruslah menyesuaikan dengan prinsip kebhinekaan yang netral dan adil. Namun, dengan banyaknya perlakuan tersebut semakin menggambarkan bahwa sikap kita sendirilah yang pada nyatanya bisa menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Beberapa contoh nyata perlakuan mengekslusifkan agama oleh aparat pendidikan, yaitu (1) pada tahun 2021, salah satu sekolah negeri di Padang mewajibkan pemakaian jilbab bagi siswi non-muslim (2) Seorang siswi yang dirundung oleh gurunya sendiri seakan masalah yang dihadapinya sebagai akibat dari dirinya yang tidak memakai jilbab sehingga siswa tersebut diperintahkan untuk tobat di depan teman-temannya (3) Selain dari berita, penulis mendapatkan pengalaman dari teman-teman penulis sendiri terkhususnya perempuan akan bagaimana mereka merasakan langsung bentuk perlakuan yang tidak menunjukkan sikap kebhinekaan saat menempuh pendidikan di jenjang SMP dan SMA. 

Hal ini yang semakin dipertanyakan apakah pada akhirnya sekolah negeri adalah sekolahnya para masyarakat Indonesia dengan latar belakang berbeda atau hanya sebagai media untuk "menyeragamkan" hal tertentu.

Akar dari Dinamika Aspek Pendidikan Sekolah Negeri di Indonesia

Semua ini bermula pada era Soeharto dimana beliau melarang penggunaan jilbab dikarenakan atribut tersebut menggambarkan komunitas bernama Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang telah secara nyata menunjukkan sikap radikalnya untuk meng-Islam-kan seluruh Indonesia. 

Namun, semua berbanding terbalik ketika awal 1990-an dimana jilbab diperbolehkan untuk dipakai di ruang umum. Hal tersebut disinyalir sebagai bentuk Pak Soeharto mempertahankan kekuasaannya yang semakin tercekik karena masalah korupsi dan perekonomian. 

Sejak saat itu, jilbab menjadi simbol loyalitas yang patut dibanggakan. Jilbab atau simbol-simbol agama kemudian masuk ke ranah bisnis, fesyen, maupun kehidupan masyarakat lokal secara keseluruhan. 

Pemakaian jilbab pada perempuan Indonesia semakin meluas sebab adanya tafsir bahwa menutupi aurat perempuan ialah wajib padahal, nyatanya beberapa cendikiawan Islam menafsirkannya berbeda.

Menurut Lies Marcoes bentuk penafsiran jilbab yang demikian dipengaruhi oleh karakteristik masyarakat Indonesia yang masih konservatif ditambah dengan fakta bahwa agama telah secara sengaja 'dibawa masuk' ke dunia politik.

Semenjak kekuatan politik di Indonesia mampu memegang kendali atas seluruh aspek kehidupan serta fakta bahwa mayoritas agama bangsa Indonesia adalah Islam. Oleh karenanya tak heran jika pada aspek pendidikan di sekolah negeri terdapat peraturan yang sebagian besar dipengaruhi oleh unsur-unsur keislamian. Hal tersebut mampu --dan bahkan telah- mengarah pada pembentukan sikap intoleransi terhadap keberadaan agama lain yang para murid yakini.

Refleksi Terhadap Pengalaman Masa Lalu

Setelah mendengar pengalaman dari teman-teman, penulis mendapati adanya beberapa bentuk peraturan serta perlakuan yang menggambarkan kurangnya inklusivitas di sekolah asalnya. 

Pertama, adanya peraturan mewajibkan pemakaian jilbab. Pasalnya, atribut ini telah dijadikan standar baik atau sempurnanya wanita. Kewajiban tersebut juga dilakukan jika seseorang ingin naik pangkat dan memiliki nilai sempurna, selain itu beberapa sekolah juga telah membentuk peraturan berpakaian yang menutupi aurat bagi semua murid Muslim maupun non-Muslim.

Kedua, adanya bentuk perlakuan atau penghukuman yang berbasis ajaran Islam. Hal ini tentu perlu direfleksikan mengingat bahwa basis yang diaplikasikan memang dapat diterima oleh semua murid Muslim, namun belum tentu diterima atau masuk akal bagi para murid non-Muslim. 

Ketiga, adanya bentuk ketidakkonsistenan pada banyak teman penulis untuk memakai jilbab dimana mereka sebelumnya berjilbab saat SMP maupun SMA kemudian melepaskannya saat kuliah. Hal tersebut menggambarkan bagaimana lembaga pendidikan telah menempatkan para kaum Muslim wanita pada ketidaksiapan mental untuk berjilbab --yang seharusnyanya didasari oleh niat- dibuktikan dengan cara-caranya yang cenderung memaksa.

Pada akhirnya, mereka semua mengungkapkan bahwa Indonesia bukanlah negara monoreligion yang mengharuskan pembentukan kehidupan bangsa dengan didasari oleh satu ajaran agama saja. 

Mengingat bahwa penduduk Indonesia terdiri dari beragam agama, jadi sudah menjadi kewajiban kita untuk menghargai eksistensinya. Perlu adanya sanksi bagi mereka yang mencoba melanggar esensi tujuan lembaga pendidikan serta dengan melakukan perubahan sistem pendidikan yang mampu mempertemukan beragam perbedaan yang kita miliki lewat proses interaksi (interkultural) sehingga kita terbiasa dan bisa memiliki sikap toleransi tinggi.

Meskipun kita tahu bahwa mendidik generasi bangsa akan pentingnya beragama adalah hal yang sangat penting di zaman sekarang, namun ada kalanya peraturan akan bagaimana karakter murid dibentuk tidak boleh menonjolkan salah satu agama saja, tidak melebihi kapasitas dari esensi sekolah negeri yang seharusnya bersifat netral, serta tidak dibebankan kepada kelompok yang berbeda latar belakang.

Referensi

Kompas.com. (2020, June 30). Lembaga Pendidikan: Pengertian, Peran dan Fungsi. https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/30/200000169/lembaga-pendidikan-pengertian-peran-dan-fungsi?page=all

BBC News Indonesia. (2021, January 26). Wajib Jilbab bagi Siswi Non-Muslim di Padang: 'Sekolah Negeri Cenderung Gagal Terapkan Kebhinekaan'. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55806826

BBC News Indonesia. (2022, November 15). Kasus Pemaksaan Jilbab di Sekolah Menengah di Jawa Tengah Ditengahi Polisi - 'Anak Saya Disuruh Tobat di Depan Teman-Temannya'. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cq5ej3zwz95o

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun