Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kritik Keras Rendra kepada Soeharto

22 Agustus 2021   08:09 Diperbarui: 22 Agustus 2021   08:18 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Menghisap sebatang lisong

melihat Indonesia Raya

mendengar 130 juta rakyat, 

dan di langit

dua tiga cukong mengangkang

berak di atas kepala mereka"

(Rendra dalam "Sajak Sebatang Lisong") 

Melalui puisi-puisinya Rendra melancarkan kritik keras terhadap Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto. Akibat keritiknya, Rendra pun dicekal dalam pembacaan puisi puisinya. 

Bagi generasi milenial mungkin sudah tidak begitu memahami  fakta ketika kita berada dalam ketiak Rezim Orde Baru. Setiap kritik akan diberangus dengan kejamnya. 

Tapi si Burung Merak, julukan Rendra, tetap bersuara keras melalui puisi puisinya. Pengekangan dilawan dengan puisi. 

Di awal tulisan sudah dikutipkan salah satu puisi Rendra. Jika dibaca puisi secara keseluruhan pasti akan lebih bisa memahami kritik Rendra tersebut. 

Dalam puisi lainnya yang berjudul "Aku Tulis Pamplet Ini" Rendra menuliskan, 

"Aku tulis pamplet ini

Karena lembaga pendapat umum 

ditutupi jaringan Laba-laba

Orang-orang bicara dalam kasak kusuk

dan ungkapan diri ditekan

menjadi peng-iya-an"

Di masa tersebut sudah terkenal istilah "kritik membangun". Sebuah upaya terselubung untuk membungkam kritik karena ukuran mrmbangun diukur oleh kehendak penguasa. 

Apakah" Kritik sopan" saat ini memiliki fungsi sama sebagai pemberangusan setiap kritik juga? Entahlah. 

Dalam "Sajak Burung-burung Kondor" Rendra juga menuliskan kritiknya, 

"Para tani-buruh bekerja

berumah di gubuk-gubuk tanpa jendela

menanam bibit di tanah yang subur, 

memanen hasil yang melimpah dan makmur

namun hidup mereka sendiri sengsara"

Realitas kehidupan zaman Orba menjadi sasaran kritik kritik Rendra melalui puisi puisinya. Bukan hanya pada realitas kehidupan saja kritik Rendra dialamatkan. Pendidikan yang waktu itu cenderung membuat generasi muda tak mengenal lingkungan nya juga masuk dalam puisi Rendra yang berjudul "Sajak Seonggok Jagung".

Ditulisnya, 

" Aku bertanya:

Apakah gunanya pendidikan

bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing 

di tempat kenyataan persoalannya "

Itulah si Burung Merak. Penyair pemberani. Yang sering menyatakan berumah di atas angin. 

Rendra tak pernah surut untuk selalu bersikap kritis. Dalam drama dramanya juga ada kritik sosial yang dilakukan. Hatinya selalu resah jika melihat kehidupan manusia yang kehilangan sisi kemanusiaan nya. 

Dalam puisi "Pamplet Cinta" Rendra mengeluhkan kondisi penyair yang ditekuk kekuasaan. Sehingga penyair tak bisa lagi menggaungkan suara hatinya. 

"Apa yang dilakukan oleh penyair

bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan

Udara penuh rasa curiga

Tegur sapa tanpa jaminan"

Yah, di zaman sekarang pun penyair pemberani seperti Rendra masih tetap dibutuhkan. Di setiap zaman tentu ada saja bengkok bengkok sejarah oleh para perakus kekuasaan. 

Siapa hendak meneruskan Rendra? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun