Kemudian samar samar mulai terlihat lampu. Â Tidak cuma satu. Ada banyak. Bukan hanya lampunya yang banyak, tapi juga banyak orang di situ.Â
Tak ada suara. Hanya semacam dengungan saja suara mereka. Â Seperti sedang ada banyak transaksi di pasar itu.Â
Umar berjalan terus melewati pasar. Aku sendiri tak berani menatap ke samping. Karena orang orang itu terus mendengung dengung.Â
Ayah!Â
Aku seperti mengenal suara itu. Ya, suara anaku bontot. Kenapa ada di sini? Penasaran pengen nengok tapi takut juga.Â
Ayah!Â
Suara itu semakin jelas.Â
Tolong dede, Yah!Â
Aku tak bisa menahan rasa penasaran. Aku menengok ke asal suara. Agak gelap. Tapi dari rambutnya aku kenal betul kalau itu anak bontotku.Â
Ya, anak yang sedang menangis di bawah gazebo untuk jualan itu anaknya. Â Dia tampak tak bisa bergerak. Tubuhnya tertindih tiang gazebo.Â
Aku berhenti sejenak. Sinar temaram itu tak mungkin membuatku pangling dengan anakku sendiri. Aku berdiri terpaku.Â