Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Janda Kembang Kemukus

27 Desember 2020   08:21 Diperbarui: 27 Desember 2020   08:54 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari Liputan6.com

Sudah ditunggu, Mas. 

Laki-laki tua itu menyambutku dengan muka yang penuh kecemasan. Aku agak telat beberapa menit, memang. Tapi, apalah artinya cuma beberapa menit. 

Cepat sedikit, Mas. 

Laki-laki tua itu kembali memperlihatkan kecemasan yang begitu akut ketika aku agak lama mencopot tali sepatu. 

Setiap Jumat Kliwon, aku memang harus datang ke rumah ini. Rumah mewah milik seorang janda. Kegiatan ini sudah hampir setahun aku lakoni. 

Hutangmu menumpuk, Kin. 

Seorang teman mengingatkan.  Aku memang baru belajar bisnis, ketika tiba-tiba korona datang menghajar bisnisku ini. Hingga luluh lantak. Pesanan yang tadinya mengalir bagai bah, mendadak ditunda bahkan dibatalkan.  Barang di gudang menumpuk dan banyak juga yang membusuk. 

Giliran berikutnya adalah ketika tagihan mulai datang. Pada awalnya, masih bisa diselamatkan dengan janji. Tapi, akhirnya mereka main preman. Beberapa kali runahku didatangi preman dengan muka sangar. 

Anak dan istri akhirnya harus diungsikan. Aku hadapi segalanya sendiri. 

Hingga kemudian sahabatku Umar datang. Dia sekarang mendalami ilmu tak kasat mata. Dialah yang kemudian menuntunku ke rumah ini. 

Kamu mungkin tak akan percaya kalau ada rumah sebesar ini dan sebagus ini di bukit Kemukus ini. Karena ketika baru datang pun, aku hanya melihat gubuk kecil di bawah pohon beringin yang rimbun. 

Bu Ageng seneng Kamu, Kin. 

Kata Umar ketika izin pulang duluan karena sudah selesai tugasnya mengantarku.  Kemudian aku selalu berdua dengan laki-laki tua itu yang katanya pembantu Bu Ageng alias Janda Kembang Kemukus tersebut. 

Tunggu sebentar, Mas. 

Kata laki-laki tua itu waktu Umar sudah pergi.  Dan laki-laki itu ternyata lebih banyak menunduk dari tadi, sehingga wajahnya agak sulit dikenali. 

Masnya hebat, langsung diterima Bu Ageng. 

Ada sedikit senyum yang tersembunyi yang terlihat meskipun laki-laki itu masih tetap merunduk. 

Silakan masuk saja. Ketuk dulu pintunya. Walaupun tak ada jawaban, langsung masuk saja kalau sudah mengetuk pintu. 

Dan aku berjalan di lorong itu menuju pintu yang diberi tanda gambar kura kura hijau. Sepanjang lorong tercium bau wangi menyengat. Aroma romantis sekali. 

Dan lama kelamaan, fantasi romantis langsung merasuk dalam jiwa laki-laki ku.  

Masuk. 

Dan perempuan itu ternyata sedang duduk di atas sebuah ranjang yang tertata rapi sekali. 

Ketika aku masuk, perempuan yang dikatakan Umar sebagai janda kembang itu mencopoti pakaiannya. Dan aku berdiri terpana. Sebelum akhirnya ada tenaga kuat yang menyedotku untuk semakin mendekat. 

Langsung ya, Mas. 

Kata laki-laki tua itu membuyarkan lamunan ku itu. Ya, sekarang aku sudah tahu apa yang harus kulakukan. 

Maafkan aku, istriku. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun