Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Kamdi Merasa Gila

12 Oktober 2020   05:27 Diperbarui: 12 Oktober 2020   05:35 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan mulai turun rintik-rintik. Tapi Kamdi tetap berdiri tegak di halaman rumahnya.  Seperti selalu dilakukan Kamdi waktu kecil dulu. Cuma Kamdi gak melepas baju dan celana nya saja. Kalau dulu, ketika hujan mulai rintik, Kamdi selalu membuka baju dan celana nya. Mandi hujan. 

Dan ketika hujan sudah berubah menjadi butiran butiran yang lebih besar, Kamdi masih berdiri di halaman. Sekarang ditambah dengan memejamkan mata. Senyum Kamdi mulai mengembang. Seakan sedang asik menikmati sensasi yang diberikan oleh basahnya tubuh oleh air hujan. 

Beberapa orang yang kebetulan lewat di jalan depan rumah Kamdi mulai geleng-geleng kepala.  Ketika Kamdi membuka mata, orang itu langsung membuang muka dengan wajah yang diselimuti rasa ngeri. 

Sudah tiga bulan, sejak pandemi, Kamdi memang mulai berlaku aneh.  Selain sering main hujan hujan an sendiri, dengan berdiri tegak di halaman rumahnya, Kamdi juga sering ngobrol dengan binatang. Kadang kadang malah terlihat ngobrol dengan pohon. 

Kamdi itu anak pandai. Ketika di SD selalu juara kelas. Ketika di SMP dan SMA malah juara sekolah. Kuliah diselesaikan cuma dalam waktu tiga setengah tahun. Kemudian langsung dapat kerjaan yang cukup enak. 

Hanya saja, Kamdi selalu pindah pindah kerja.  Kadang dia merasa jengkel dengan korupsi di kantor nya. 

"Aku keluar, " kata Kamdi di ruang kepala bagian di perusahaan pertama tempat dia bekerja. 

Dan, besoknya Kamdi sudah tak masuk kerja lagi. Gara-gara nya cukup sepele. Kepala bagian tak masuk kerja tapi minta dianggap tugas luar. Padahal Kamdi tahu kalau kepala bagian nya sedang mengunjungi pacar barunya di luar kota. 

Karena kepandaian Kamdi yang di atas rata rata, Kamdi langsung dapat pekerjaan baru. Cuma tiga hari dia tak ngantor. Hari keempatnya sudah punya kantor baru. 

"Saya tak setuju Bapak menggelembungkan anggaran. Itu sama saja korupsi, " Kamdi protes lagi. 

"Gila, kamu Mdi, " kata Agus saat istirahat makan siang. 

"Kenapa? "

"Masa kamu kritik pimpinan saat rapat? Bisa bisa kamu besok dipecat. "

"Tak mungkin mereka memecat saya. "

"Kenapa? "

"Karena hari ini juga saya ngundurin diri. "

Dan besoknya, Agus nemat tak melihat wajah Kamdi lagi.  Dan seminggu kemudian, Agus melihat Kamdi berjalan menuju gedung sebelah kantor lamanya. Berarti Kamdi sudah punya kantor baru. 

"Kalau begitu, Lama-lama kamu bisa gila, Bro, " kata Nisa. Teman sekantor yang sering mencuri pandang ke arah Kamdi. Sayang, Kamdi kurang paham kode kode yang dikirim Nisa. 

"Sudah banyak yang bilang aku gila. Dan mungkin memang akan begitu, " jawab Kamdi santai. 

Sekarang Kamdi memang merasa dirinya gila. Karena Kandi merasa dirinya tak bisa menyesuaikan dengan penyimpangan penyimpangan di sekitarnya. Bagi Kamdi, penyimpangan tetap penyimpangan. Dan setiap penyimpangan harus dilawan. 

Tapi kenapa orang-orang menganggap Kamdi gila ketika Kamdi melakukan hal yang memang harus dilakukan. 

Sekarang Kamdi merasa dirinya sudah benar benar gila. 

"Selama kamu merasa gila, berarti kamu masih belum gila, " kata seorang psikiater yang didatangi Kamdi. 

Ya, sudah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun