Hujan mulai turun rintik-rintik. Tapi Kamdi tetap berdiri tegak di halaman rumahnya. Â Seperti selalu dilakukan Kamdi waktu kecil dulu. Cuma Kamdi gak melepas baju dan celana nya saja. Kalau dulu, ketika hujan mulai rintik, Kamdi selalu membuka baju dan celana nya. Mandi hujan.Â
Dan ketika hujan sudah berubah menjadi butiran butiran yang lebih besar, Kamdi masih berdiri di halaman. Sekarang ditambah dengan memejamkan mata. Senyum Kamdi mulai mengembang. Seakan sedang asik menikmati sensasi yang diberikan oleh basahnya tubuh oleh air hujan.Â
Beberapa orang yang kebetulan lewat di jalan depan rumah Kamdi mulai geleng-geleng kepala. Â Ketika Kamdi membuka mata, orang itu langsung membuang muka dengan wajah yang diselimuti rasa ngeri.Â
Sudah tiga bulan, sejak pandemi, Kamdi memang mulai berlaku aneh. Â Selain sering main hujan hujan an sendiri, dengan berdiri tegak di halaman rumahnya, Kamdi juga sering ngobrol dengan binatang. Kadang kadang malah terlihat ngobrol dengan pohon.Â
Kamdi itu anak pandai. Ketika di SD selalu juara kelas. Ketika di SMP dan SMA malah juara sekolah. Kuliah diselesaikan cuma dalam waktu tiga setengah tahun. Kemudian langsung dapat kerjaan yang cukup enak.Â
Hanya saja, Kamdi selalu pindah pindah kerja. Â Kadang dia merasa jengkel dengan korupsi di kantor nya.Â
"Aku keluar, " kata Kamdi di ruang kepala bagian di perusahaan pertama tempat dia bekerja.Â
Dan, besoknya Kamdi sudah tak masuk kerja lagi. Gara-gara nya cukup sepele. Kepala bagian tak masuk kerja tapi minta dianggap tugas luar. Padahal Kamdi tahu kalau kepala bagian nya sedang mengunjungi pacar barunya di luar kota.Â
Karena kepandaian Kamdi yang di atas rata rata, Kamdi langsung dapat pekerjaan baru. Cuma tiga hari dia tak ngantor. Hari keempatnya sudah punya kantor baru.Â
"Saya tak setuju Bapak menggelembungkan anggaran. Itu sama saja korupsi, " Kamdi protes lagi.Â