"Kenapa?"
"Tak mungkin aku menjelaskannya kepadamu. Pokoknya jangan."
"Seharusnya kamu sudah tahu. Karena hampir semua penduduk kota ini juga tahu. Kamu barukah tinggal di kota ini?" kata Nenek penjual bunga yang wajahnya terus meneror ku dengan misteri sesungguhnya.Â
Aku mengangguk.Â
Sebetulnya pengin pergi juga. Tapi kakiku mulai terasa kaku. Aku terpaksa menunggu saja apa yang akan atau mungkin terjadi.Â
"Nenek tak pernah merangkai bunga untuk suka cita."
Lalu Nenek pergi ke belakang tokonya. Meninggalkan rasa ngeri yang tak mungkin aku cerita kan di sini.Â
Mungkinkah Nenek mengambil sebilah pisau, lalu aku akan....Â
"Nenek memang sudah punya serangkai bunga untuk hari ini. Ada yang akan datang memesannya. Tapi, bukan kamu."
Bayang bayang orang kembali terlihat di bagian belakang toko bunga itu. Aku sendiri hanya bisa melihat siluetnya belaka.Â
"Aku boleh pamit, Nek?"