Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kenapa Demokrat Diam Ketika PKS Tak Berkutik?

3 September 2020   05:51 Diperbarui: 3 September 2020   05:39 1036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RUU MK pun disetujui menjadi Undang-undang dengan mulus tanpa hambatan apa pun. Kita juga tak pernah mendengar pembahasannya yang disertai perdebatan sengit karena saling mendahulukan kepentingan rakyat. 

Kerja pemerintah dengan DPR sudah sangat baik. Sangat akur. Satu kepentingan. Tapi, sayang nya, hanya satu kepentingan mereka. Rakyat? Entah. 

Keberhasilan revisi UU KPK sepertinya akan dijadikan model untuk pembahasan pembahasan berbagai macam undang undang berikutnya.  Termasuk pengesahan undang undang MK yang kemarin diberi koor setuju oleh anggota dewan yang terhormat itu. 

Ketika Gerindra masuk dalam kabinet Jokowi, hal tersebut ternyata menandakan pula kerbersatuan suara di gedung DPR.  Apalagi PAN, walaupun belum kebagian kursi kabinet, tapi sibuk menghadapi intrik-intrik loyalis Amin Rais yang langsung membuat partai berlambang matahari tersebut mendekat ke pemerintah. 

Relatif hanya PKS yang memang sudah menyatakan diri sebagai oposisi.  Karena sendirian, PKS terlihat kikuk, bahkan sangat kikuk ketika sendirian menjadi orang berbeda di DPR. Suaranya nyaris tidak terdengar. Bahkan tak ada berita PKS sampai walkout dari persidangan karena mempertahankan sikap oposisi nya. 

Mungkin PKS masih bingung ketika menghadapi Gerindra yang pernah menjadi kawan seiring.  Terlihat jika PKS kurang PD jika harus berhadapan dengan Gerindra. Seperti agak inferior. 

Jika DPR sudah menjadi ajang koor kembali, berarti kita sudah sah menjadi pewaris orde Baru.  Sudah sangat mirip dengan order yang sudah digulingkan karena terlalu banyak bolongnya itu. 

Tak ada oposisi karena oposisi dianggap tidak Pancasila. karena oposisi adalah budaya barat. Karena oposisi menghambat pembangunan. Dan begitu banyak lagi label. 

Jika setiap kebijakan pemerintah tidak lagi dikritisi oleh DPR, maka jangan heran kalau kemuncul KAMI KAMI yang bersuara di luar Senayan. Dan demokrasi ditandai kematiannya di negeri ini. 

Satu suara DPR dengan pemerintah akhirnya dianggap sebagai sebuah persekongkolan busuk.  Karena kepentingan yang diakomodir akhirnya hanya kepentingan partai partai belaka. Lebih tragis lagi karena kepentingan partai juga lebih tepat ditujukan kepada kepentingan ketua umum Partai sebab partai partai di negeri ini memang oligarkik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun