RUU MK pun disetujui menjadi Undang-undang dengan mulus tanpa hambatan apa pun. Kita juga tak pernah mendengar pembahasannya yang disertai perdebatan sengit karena saling mendahulukan kepentingan rakyat.Â
Kerja pemerintah dengan DPR sudah sangat baik. Sangat akur. Satu kepentingan. Tapi, sayang nya, hanya satu kepentingan mereka. Rakyat? Entah.Â
Keberhasilan revisi UU KPK sepertinya akan dijadikan model untuk pembahasan pembahasan berbagai macam undang undang berikutnya. Â Termasuk pengesahan undang undang MK yang kemarin diberi koor setuju oleh anggota dewan yang terhormat itu.Â
Ketika Gerindra masuk dalam kabinet Jokowi, hal tersebut ternyata menandakan pula kerbersatuan suara di gedung DPR. Â Apalagi PAN, walaupun belum kebagian kursi kabinet, tapi sibuk menghadapi intrik-intrik loyalis Amin Rais yang langsung membuat partai berlambang matahari tersebut mendekat ke pemerintah.Â
Relatif hanya PKS yang memang sudah menyatakan diri sebagai oposisi. Â Karena sendirian, PKS terlihat kikuk, bahkan sangat kikuk ketika sendirian menjadi orang berbeda di DPR. Suaranya nyaris tidak terdengar. Bahkan tak ada berita PKS sampai walkout dari persidangan karena mempertahankan sikap oposisi nya.Â
Mungkin PKS masih bingung ketika menghadapi Gerindra yang pernah menjadi kawan seiring. Â Terlihat jika PKS kurang PD jika harus berhadapan dengan Gerindra. Seperti agak inferior.Â
Jika DPR sudah menjadi ajang koor kembali, berarti kita sudah sah menjadi pewaris orde Baru. Â Sudah sangat mirip dengan order yang sudah digulingkan karena terlalu banyak bolongnya itu.Â
Tak ada oposisi karena oposisi dianggap tidak Pancasila. karena oposisi adalah budaya barat. Karena oposisi menghambat pembangunan. Dan begitu banyak lagi label.Â
Jika setiap kebijakan pemerintah tidak lagi dikritisi oleh DPR, maka jangan heran kalau kemuncul KAMI KAMI yang bersuara di luar Senayan. Dan demokrasi ditandai kematiannya di negeri ini.Â
Satu suara DPR dengan pemerintah akhirnya dianggap sebagai sebuah persekongkolan busuk. Â Karena kepentingan yang diakomodir akhirnya hanya kepentingan partai partai belaka. Lebih tragis lagi karena kepentingan partai juga lebih tepat ditujukan kepada kepentingan ketua umum Partai sebab partai partai di negeri ini memang oligarkik.Â
Rakyat dirugikan dengan pelemahan KPK. Rakyat juga kemungkinan akan dirugikan kembali dengan apa yang terjadi dibelakang pengesahan UU MK.Â
Padahal, katanya akan ada lagi aturan tentang Dewan Moneter yang wujudnya merupakan inkarnasi gagasan Orde Baru. Sehingga hantu Orde Baru benar-benar telah bangun kembali di negeri ini.Â
Harapan sebetulnya masih ada kepada Partai Demokrat. Â Seharusnya Demokrat jangan terlihat tak punya kelamin lagi. Harus jelas Demokrat hendak berdiri di mana. Bersama pemerintah atau tegak berdiri bersama PKS menjadi barisan oposisi.Â
Jika menjadi oposisi sebetulnya banyak keuntungan yang dapat dipetik oleh Demokrat. Â Kekosongan suara oposisi dapat menjadikan Demokrat sebagai partai besar kembali.Â
Demokrat tak boleh diam saja. Ketika PKS kikuk dan salah tingkah, Demokrat harus duduk menemani. Â
Memang, Demokrat memiliki beban sejarah sebagai partai penguasa yang sudah dilakoninya selama 10 tahun. Sudah terlalu terbuka lebar borok borok kekuasaannya.Â
Oleh karena itu, jalan kritik seperti beberapa waktu lalu dilakoni oleh Edy Baskoro hanya akan memercik muka sendiri. Ya, kritik terhadap pemerintah seperti yang dilakukan ketika ada huru hara Joko Tjandra selalu akan berbalik pada kebobrokan masa kekuasaannya. Dan akan menjadi bumerang yang mematikan Demokrat sendiri.Â
Kerja oposisi di DPR yang seharusnya dioptimalkan. Penentangan terhadap undang undang MK, misalnya. Akan menjadi poin tersendiri bagi Demokrat, walaupun pasti akan kalah karena hanya berdua bersama PKS.Â
Semoga Demokrat juga akan banyak menentang jika dalam pembentukan Dewan Moneter akan semakin membuat negeri ini tercabik-cabik nantinya. Di sini, benar benar peran Demokrat ditunggu rakyat.Â
Demokrat jangan diam saja, ketika PKS tak berkutik menghadapi partai pemerintah yang begitu kuat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H