Perjuangan para pendiri bangsa bukan pekerjaan sederhana. Mereka pertaruhkan jiwa dan raga demi bangsa dan negara ini. Sebagai generasi penerus, sudah selayaknya kita bersikap lebih dalam bingkai kenegaraan dan kebangsaan. Tinggalkan politik kotor demi kepentingan sempit.Â
Kelamin tak jelas tak perlu dipertontonkan dengan vulgar. Mari kita berdiri dalam posisi yang pasti. Posisi yang sesuai konstitusi. Negeri ini butuh sikap sikap kesatria. Sikap yang berani berkata dua adalah dua. Tanpa tedeng aling-aling. Tanpa harus seolah olah.Â
Deklarasi KAMI memang aneh. Bukan partai politik tapi bicara politik. Jika ingin bicara politik sudah ada tempat yang tepat dan sahabat secara konstitusi. Jadilah partai politik. Atau bergabung dengan partai politik yang ada.Â
Partai politik belum sempurna? Apa ada partai politik sempurna. Apa kalian merasa dirinya lebih sempurna? Atau kalian punya rencana?Â
Bicara politik dengan mengatasnamakan suara orang lain harus diuji kebenarannya melalui pemilu. Jangan cuma mimpi merasa mendapatkan dukungan tapi kosong melompong.Â
Deklarasi KAMI tampak aneh. Kalau ingin membicarakan moral, benahi dulu moral kalian. Bicara moral orang lain ketika moral sendiri diragukan adalah juga omong kosong.Â
NU dan Muhammadiyah sudah cukup bagi negeri ini untuk dijadikan rujukan moral. Sejarah telah menunjukkan wajah wajah mereka. Wajah wajah yang Dipenuhi moralitas dari penghayatan keagamaan yang sangat dalam. Wajah wajah yang dipenuhi nilai nilai kebangsaan yang tak perlu diragukan.Â
Ya, kalian tak usah merasa memiliki moralitas lebih tinggi dari yang lain. Perasaan itu justru yang merusak moralitas kalian sendiri.Â
Dan kembali ke judul tulisan. KAMI kebetulan juga bisa dihubungkan dengan kami sebagai kata. Kata yang mewakili sebuah kelompok belaka. Sebuah kata yang hendak dihanguskan oleh para pendiri bangsa.Â