Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

KAMI, Cermin Kemunduran Berbangsa dan Bernegara

21 Agustus 2020   05:44 Diperbarui: 21 Agustus 2020   06:16 1140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjuangan para pendiri bangsa bukan pekerjaan sederhana. Mereka pertaruhkan jiwa dan raga demi bangsa dan negara ini. Sebagai generasi penerus, sudah selayaknya kita bersikap lebih dalam bingkai kenegaraan dan kebangsaan. Tinggalkan politik kotor demi kepentingan sempit. 

Kelamin tak jelas tak perlu dipertontonkan dengan vulgar. Mari kita berdiri dalam posisi yang pasti. Posisi yang sesuai konstitusi. Negeri ini butuh sikap sikap kesatria. Sikap yang berani berkata dua adalah dua. Tanpa tedeng aling-aling. Tanpa harus seolah olah. 

Deklarasi KAMI memang aneh. Bukan partai politik tapi bicara politik. Jika ingin bicara politik sudah ada tempat yang tepat dan sahabat secara konstitusi. Jadilah partai politik. Atau bergabung dengan partai politik yang ada. 

Partai politik belum sempurna? Apa ada partai politik sempurna. Apa kalian merasa dirinya lebih sempurna? Atau kalian punya rencana? 

Bicara politik dengan mengatasnamakan suara orang lain harus diuji kebenarannya melalui pemilu. Jangan cuma mimpi merasa mendapatkan dukungan tapi kosong melompong. 

Deklarasi KAMI tampak aneh. Kalau ingin membicarakan moral, benahi dulu moral kalian. Bicara moral orang lain ketika moral sendiri diragukan adalah juga omong kosong. 

NU dan Muhammadiyah sudah cukup bagi negeri ini untuk dijadikan rujukan moral. Sejarah telah menunjukkan wajah wajah mereka. Wajah wajah yang Dipenuhi moralitas dari penghayatan keagamaan yang sangat dalam. Wajah wajah yang dipenuhi nilai nilai kebangsaan yang tak perlu diragukan. 

Ya, kalian tak usah merasa memiliki moralitas lebih tinggi dari yang lain. Perasaan itu justru yang merusak moralitas kalian sendiri. 

Dan kembali ke judul tulisan. KAMI kebetulan juga bisa dihubungkan dengan kami sebagai kata. Kata yang mewakili sebuah kelompok belaka. Sebuah kata yang hendak dihanguskan oleh para pendiri bangsa. 

Para pendiri bangsa selalu membesarkan kata "kita" bukan "kami".  Sebuah kata yang memiliki keteduhan dalam bingkai kebersamaan. Kata yang selalu akan menjaga negeri ini dari nafsu kelompok. 

Ya, marilah kita buang kami dan ganti menjadi kita. Kita sebagai sebuah bangsa. Kita sebagai kebersamaan. Jangan lagi kalian jadikan negeri ini kami, kami, dan kami. Mari jadikan kita sebagai representasi kebangsaan. 

Ya, kami hanya menunjukkan kemunduran perjalanan bangsa ini. Kemunduran dalam perjalanan harus kita sesali bersama. Dan harus diakhiri. 

Mari kita tetap bersikap kesatria. Berbicara politik dalam partai politik, bicara moral jika punya moral. 

Salam Merdeka! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun