Dan di sore yang gerimis ini, perempuan itu keluar rumah dengan senyum merekah. Â Langkahnya seperti tergesa. Â Langkahnya seperti sedang menyambut berita gembira yang sudah ditunggunya sekian lama. Â Seperti gadis yang menyambut pacar setelah pacarnya pergi ke sebuah kota yang amat jauh.
Perempuan itu ternyata mencintai gerimis, selain mencintai senja. Â Perempuan itu duduk di bawah pohon mangga yang rindang di atas temapt duduk yang seperti erat memeluk pinggangnya. Â Karena pohon mangga itu rindang, perempuan itu memang tidak terkena air gerimis secara langsung, hanya air tampiasan angin yang menggoyang-goyang gerimis seperti sedang mengajaknya menari.
Perempuan itu benar-benar membinar wajahnya. Â Seperti kerinduan yang pecah setelah sekian lama tertahankan. Â Seperti sebuah pesta kemenangan. Â Seperti musik yang ditarikan oleh para sufi.
Aku melihatnya dengan takjub. Â Aku melihat mata perempuan itu yang begitu memesona. Â Senyumnya yang pecah. Â Dan binar wajahnya yang merekah. Â Aku benar-benar jatuh cinta.
Aku ingin bersamanya. Â Aku ingin menikmati sore dan gerimis itu. Â Ingin memeluknya. Â Dan masuk ke dunia bersama. Â Hanya saja, senja berjalan pelan menuju malam. Â Hanya saja, gerimis itu kemudian menjadi hentakan hujan. Â Dan perempuan itu mulai hendak beranjak pulang. Â Perempuan itu tak lagi berbinar. Â Perempuan itu melipat matanya pada derajat paling pekat. Â Senyumnya pelan-pelan minggat.
Ada wajah nenek di sana. Â Siapa dia? Â Mungkinkah dia bayangan nenek saat muda? Â Mungkinkah dia orang yang selama ini kata nenek mencintai sekali wajah senja dan gerimis yang sering datang bersamanya?
"Dan perempuan itu membenci malam. Â Dan perempuan itu membenci huja," kata nenek mengakhiri ceritanya. Â Dan aku telah terserap ke dalam alur ceritanya. Â Dan aku merindukan nenek. Â Yang mungkin sekarang masih merindukan dusunnya.
"Perempuan yang tinggal di rumah itu dibawa tentara. Â Perempuan cantik yang dituduh PKI. Â Perempuan yang telah diperkosa oleh para jagoan yang sok suci. Â Entah di mana sekarang tinggal," kata kepala dusun, saat aku ingin mengetahui siapa yang tinggal di rumah berwarna putih yang sepertinya selalu terjaga rapi itu.
"Siapa yang sekarang tinggal di sana?"
"Kosong."
Tapi aku melihat perempuan itu. Â perempuan yang mencintai gerimis dan juga senja. Â Perempuan yang membenci malam dan hujan. Â Haruskah aku tetap tinggal di dusun ini dan terus mengintai perempuan yang telah menawan hatiku itu? Â