Darah tinggi terkadang datang diam-diam merasuk dalam diri kita. Â Dan kita juga sering tak menyadarinya sama sekali sehingga kita sering kaget karena kita sudah menjadi salah satu penderita penyakit yang kabarnya juga merupakan paling mematikan ini. Â Paling mematikan, karena memang cukup banyak orang yang merasa baik-baik saja selama ini, sampai kemudian divonis darah tinggi.
Penyakit darah tinggi sering dianggap sebagai penyakit turunan. Â Karena para penderita penyakit darah tinggi memang rata-rata orang yang memiliki riwayat darah tinggi juga pada genersi sebelumnya. Â
Sehinga, banyak yang merasa tak mungkin terkena darah tinggi karena kakek nenek buyutnya tak ada yang memiliki riewayat terkena darah tinggi. Â Terlena dan kaget mendadak tahu sudah berdiri pada posisi paling mengkhawatirkan.
Salah satu orang yang terlena ada penulis sendiri. Â Merasa tak punya keturunan sebagai penderita darah tinggi, terus merasa tak mungkin dirinya terkena penyakit tersebut. Â Padahal, dirinya ternyata sudah diintai diam-diam. Â Ceritanya begini.
Hari itu, telinga penulis tersumbat oleh kotoran dan selalu berdengung setiap saat. Â Sangat, sangat mengganggu sekali. Â Sampai akhirnya, penulis memutuskan untuk memeriksa telinga ke dokter THT di rumah sakit Duren Sawit. Â Kebetulan dekat sekolah penulis. Â Dan, sebelum diperiksa telinga, terlebih dahulu penulis disuru untuk diperiksa tensinya terlebih dahulu.
Dengan santai dan penuh percaya diri, penulis mendatangi meja tempat pengukuran tensi. Â Apa yang terjadi? Â Ternyata tekanan darah saya sangat tinggi. Â Ukuran tekanan darah berhenti pada angka 185/116. Â Karena diukur dengan alat digital, penulis agak meragukan. Â
"Paling salah data," ucap penulis dalam hati. Â Dan masih santyai dan merasa tak mungkin darah tingginya melonjak setinggi itu. Â Apalagi tak ada tanda apa pun dan badan juga merasa sehat sekali.
Sesampai di sekolah, kepikiran untuk mencari opini kedua. Â Siapa tahu benar juga. Â Saat pulang ngajar, penulis mampir ke Kimia Farma, untuk menemukan opini kedua. Â Pertama, saya minta diukur oleh petugas apotik. Â
Ada alat pengukur digital. Â Dan hasil pengukuran malah tambah tinggi 194/115. Â Waduh, menjadi panik juga. Â Jangan-jangan benar, saya sudah terkena darah tinggi.
Saya minta diukur manual. Â Dilakukan oleh petugas kesehatan (asisten dokter) yang ada di situ. Â Diukurlah secara manual. Â Dan tekanan darah saya masih bertengger di atas 180 an. Â
Dunia semakin kacau. Â Saya minta bertemu dokter yang ada di Kimia Farma. Â Dokternya masih muda dan cantik.dan membuat saya agak adem. Â Disuruh tiduran. Manut. Â Wong disuruh dokter cantik. Â Kemudian diukur.
Dan angka tekanan darah masih juga di 180. Â Busyet. Â Benar-benar bikin sok. Â Saya minta diukur lagi, hasilnya tetap sama. Â Wadow. Â Kemudian saya diajak bicara tentang kemungkinan seseorang menderita tekanan darah tinggi meski tak punya riwayat turunan terkena penyakit tersebut. Â
Saya pun mulai menyadarinya. Â Mulai tenang. Â Tapi, Bu Dokter menyuruh untuk kembali tiduran, menyelipkan obat di bawah lidah, lalu menunggu lagi.
Ketika diukur lagi, ternyata angka itu masih bertengger di angka 180. Â Tapi, saya sudah menerima kenyataan ini. Â Diberi obat amlodifin yang 10 gram. Â Kok 10 gram? Â Ternyata sudah terlalu tinggi.
Terus, Bu Dokter bertanya, "Masih minum kopi?"
"Setiap hari."
"Merokok?"
"Sudah pensiun."
"Kalau tidak merokok, bagus. Â Sekarang bapak harus berhenti mengopi juga. Â Kopi berpengaruh pada tensi bapak."
"Apalagi?"
"Hindari garam yang terlalu banyak. Â Hindari acar. Â Hindari saus tomat. Â Hindari makanan siap saji."
Karena sudah menjadi penderita, saya manut saja kata dokter. Â Hanya saja, saya menambahkan untuk kehidupan saya adalah meminum air rebusan mentimun dan memakan mentimunnya.
Alhamdulillah tensi turun. Â Dan pada hari Sabtu kemarin posisi tensi sudah berada pada angka 140/85. Â Makanan memang menjadi kunci dalam menghambat peningktan tekanan darah.
Akhirnya, sekarang saya rajin mengukur tekanan darah dengan alat pengukur digital yang saya beli. Â Kondisinya tidak stabil, kadang agak tinggi tapi masih sekitar 140. Â Mudah-mudahan, dengan prilaku tertib, terutama dalam menjaga asupan,tekanan darah saya bisa kembali normal. Â Saya akan pantau terus.
Darah tinggi? Â Gak usah panik juga. Â Kalau Anda sudah berada di usia lebih dari 50 memang harus rajin periksa kesehatan. Â Juga olahraga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H