Dunia sedang dilanda revolusi Industri 4.0. tanpa kecuali, semua negara, siap atau tidak siap, harus menghadapi revolusi industri ini, termasuk negara kita. Â
Revolusi industri 4.0 sendiri merupakan kelanjutan dari revolusi-revolusi sebelumnya. Revolusi industri generasi pertama atau revolusi industri 1.0 dimulai ketika tenaga manusia dan hewan digantikan oleh tenaga mesin uap.
Sedangkan revolusi industri 2.0 sering diidentikkan dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik. Kehadiran revolusi industri kedua ini memicu kemunculan teknologi seperti pesawat telepon, mobil, pesawat terbang dan lainnya. Kemudian, revolusi industri generasi ketiga ditandai dengan kemunculan teknologi komputer, internet dan digital yang tidak saja mengubah dunia industri namun juga budaya dan habit generasi secara mendasar.
Revolusi industri paling anyar adalah revolusi industri generasi keempat atau revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan kemunculan komputer super dan kecerdasan buatan atau Intelegensi Artifisial. (https://edukasi.kompas.com, 2 Mei 2018)
Revolusi industri 4.0 sendiri merupakan konsep yang pertama kali diperkenalkan oleh ekonom asal Jerman, Proffesor Klaus Schwab dalam bukunya yang bertajuk "The Fourth Industrial Revolution". Tahun 2018 disebut sebagai awal zaman revolusi industri 4.0. (http://pmbs.ac.id/news)
Revolusi industri 4.0 dipicu antara lain oleh (1) artificial Intelligence, (2) Robotics, (3) Internet of Things, (4) Autonomous Vehicles, (5) Biotechnology, (6) Nanotechnology (http://senadi.upy.ac.id, Mei 2018)
Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0
Benny Susetyo (2005) mengatakan bahwa fungsi yang paling vital pendidikan adalah menggugah kesadaran kritis siswanya atau rakyat pada umumnya, sehingga memberikan kedewasaan berpikir, logis, dan mampu membaca serta kritis terhadap perkembangan sekitarnya.Â
Memang, pendidikan seharusnya demikian, bukan mengajarkan materi ajar hanya sebagai materi ajar belaka. Akan tetapi, dengan menggunakan materi ajar, seorang guru harus mampu membangun sebuah kesadaran, terutama kesadaran kritis peserta didiknya.
Hal ini sejalan dengan kritik Paulo Freire, dalam buku "Pendidikan yang Membebaskan" (terjemahan Mujib Hermani, 2001) terhadap model pendidikan gaya "bank".Â
Pendidikan yang hanya mentransfer ilmu pengetahuan dari seorang guru terhadap peserta didiknya. Â Padahal, menurut Paulo, pendidikan harus mampu membebaskan atau membangun kesadaran peserta didik terhadap penindasan, terutama penindasan struktural.
Pendidikan, dengan demikian, harus berfokus pada kesadaran.Atau dalam praktiknya, pendidikan harus mau dan mampu bergulat dengan persoalan-persoalan yang ada di sekitar pendidikan itu berada.Persoalan yang ada hadir di masyarakat harus dikritisi dan dicari solusinya.
Sikap kritis bukan sesuatu yang terberikan. Sikap kritis merupakan sikap yang dilatihkan terus-menerus melalui pendidikan di dalam ruang-ruang belajar.Â
Ruang belajar menjadi sebuah laboratorium untuk membedah persoalan yang memang ada hadir dalam kehidupan peserta didik. Tidak ada pendidikan yang tak berakar. Pendidikan berakar di kehidupan nyata.
Era revolusi industri 4.0 adalah fakta kehidupan yang harus dihadapi peserta didik saat ini. Oleh karena itulah, mau tidak mau, siap tidak siap, guru harus menghadirkan revolusi industri 4.0 di dalam ruang-ruang belajar.
Apa yang harus dilakukan dalam menghadapi era revolusi industri 4.0?
Pendidikan harus mampu melatihkan kepada peserta didiknya untuk mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Berpikir kritis berarti peserta didik mampu membedah sampai ke akar permasalahan dengan pisau analisis yang tepat.Â
Berpikir kreatif berarti kemampuan peserta didik untuk menghadirkan alternatif-alternatif. Berpikir inovatif berarti kemampuan untuk menentukan pilihan yang paling tepat sesuai dengan konteksnya.
Dalam era revolusi industri, hal demikian dapat ditempuh lebih cepat jika pendidikan mampu memaksimalkan dalam penggunaan atau pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Internet menjadi sebuah keharusan yang tak bisa diabaikan lagi.
Jack Ma (CEO Alibaba Grup) dalam pertemuan tahunan World Economic Forum 2018, menyatakan bahwa pendidikan adalah tantangan terbesar abad ini. Jika tidak mengubah cara mendidik atau belajar-mengajar, maka 30 tahun mendatang kita akan mengalami kesulitan besar (aceh.tribunnews.com, 27 Nov 2018). Kita tidak boleh tertinggal, kita harus bergerak sesuai gerak sejarah. Karena tak ada yang tak berubah kecuali perubahan itu sendiri.
Sudah saatnya kita meninggalkan proses pembelajaran yang cenderung mengutamakan hapalan atau sekadar menemukan satu jawaban benar dan tunggal dari soal.Â
Metode pembelajaran pendidikan Indonesia harus mulai beralih menjadi proses-proses pemikiran yang visioner, termasuk mengasah kemampuan cara berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Hal ini diperlukan untuk menghadapi berbagai perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Beberapa kompetensi yang dibutuhkan menghadapi era industry 4.0 di antaranya adalah kemampuan memecahkan masalah (problem solving), beradaptasi (adaptability), kolaborasi (collaboration), kepemimpinan (leadership), dan kreativitas serta inovasi (creativity and innovation).Â
Pentingnya peran pendidik untuk mampu melahirkan peserta didik yang terus menjadi 'manusia pembelajar' atau long life learner. Tentunya pola pendidikan era lama kini menjadi kurang relevan untuk diterapkan pada generasi zaman 'now' yang terkena dampak langsung distrupsi teknologi.
Guru harus mampu melahirkan peserta didik yang kritis, kreatif, dan inovatif. Sehingga mereka mampu menjawab tantangan dengan sumber-sumber yang kredibel, sesuai aturan ilmiah dan juga menjunjung etika.Â
Menghadapi tantangan yang besar tersebut, maka pendidikan dituntut untuk berubah juga. Era pendidikan yang dipengaruhi oleh revolusi industri 4.0 disebut juga pendidikan 4.0.Â
Pendidikan 4.0 merupakan pendidikan yang bercirikan pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran atau dikenal dengan sistem siber. Sistem ini mampu membuat proses pembelajaran dapat berlangsung secara kontinyu tanpa batas ruang dan batas waktu.
Dr. Cepi Riyana (https://um.ac.id, 2 November 2018) mengatakan bahwa tantangan pendidikan di era revolusi industri 4.0 berupa perubahan dari cara belajar, pola berpikir, serta cara bertindak para peserta didik dalam mengembangkan inovasi kreatif berbagai bidang.Â
Tenaga pendidik di era revolusi industri harus meningkatkan pemahaman dalam mengekspresikan diri di bidang literasi media, memahami informasi yang akan dibagikan kepada para peserta didik serta menemukan analisis untuk menyelesaikan permasalahan.Â
Harapannya, semua pihak harus meningkatkan kolaborasi dalam orientasi pendidikan mendatang serta mengubah kinerja sistem pendidikan yang dapat mengembangkan kualitas pola pikir pelajar dan penguatan digitalisasi pendidikan yang berbasis aplikasi.
Menurut Uwes A. Chaeruman (makalah Seminar Nasional Pustekom, 2018) kecakapan abad 21 meliputi: (1) kreativitas dan inovasi, (2) berpikir kritis dan memecahkan masalah, (3) komunikasi dan kolaborasi, (4) literasi informsi, (5) literasi media, (6) literasi teknologi informasi, (7) luwes dan mampu beradaptasi, (8) memiliki inisiatif dan mengarahkan diri, (9) memiliki kemampuan sosial dan lintas budaya, (10) produktif dan akuntabel.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy menjelaskan tentang tugas guru dalam menyongsong era revolusi industri 4.0 ke dalam lima bagian.Â
Pertama, guru diharapkan mampu membangun kemampuan berpikir kritis peserta didik. Kedua, diharapkan guru mampu membangun kreativitas dan inovatif peserta didik. Ketiga, perlu adanya kemampuan dan keterampilan berkomunikasi yang dimiliki peserta didik. Keempat bekerja sama dan berkolaborasi. Terakhir, diharapkan peserta didik memiliki kepercayaan diri (https://www.republika.co.id, 2 Mei 2018).
Guru Bahasa Indonesia Menghadapi Era 4.0
Bagaimana guru bahasa Indonesia mempersiapkan peserta didiknya dalam menghadapi revolusi industri 4.0?Â
Setiap mata pelajaran pasti memiliki karakter masing-masing. Karakteristik yang membedakan antara satu pelajaran dengan pelajaran lainnya. Akan tetapi, ada juga hal yang bersifat umum yang memang harus dilakukan oleh semua guru mata pelajaran.
Berdasarkan uraian di atas tentang revolusi industri 4.0, guru bahasa Indonesia harus mampu mempersipakan peserta didiknya melalu berbagai kegiatan. Pertama, membangun kemampuan dan kebiasaan berpikir kritis. Guru bahasa Indonesia harus mampu menumbuhkan sikap kritis peserta didik. Dalam tulisan ini, dihadirkan dua contoh pembelajaran bahasa Indonesia yang bertolak dari realitas era revolusi 4.0.
Kegiatan pertama, pembelajaran materi teks diskusi. Materi yang ada di kelas VIII ini dapat dijadikan sebagai media penumbuhan sikap kritis, keratif, dan inovatif peserta didik.
Struktur teks diskusi sendiri terdiri atas(1) isu, (2) argumen, (3) simpulan. Guru dapat memilih isu-isu yang paling hangat. Dalam pemilihan isu dapat menggunakan internet melalui "topik tren" atau "trending topic".
Bahan-bahan diskusi akan sangat banyak sekali tersedia di dunia maya. Ajak peserta didik untuk mencari sumber-sumber yang bahkan bertolak belakang. Bimbing peserta didik untuk mampu memilah dan memilih sumber-sumber itu dengan kritis. Mencari alternatif-alternatif pemecahan persoalan atau isyu yang diangkat dalam diskusi. Â
Melalui membaca ekstensif atau membaca beberapa tulisan dengan tema sama, peserta didik dipicu dan dipacu untuk mampu mengjhadirkan alternatif. Tidak ada kebenaran tunggal atau jawaban tunggal seperti pada soal pilihan ganda. Argumen disusun dengan melihat sudut yang berbeda bahkan bertentangan.
Tahap berikutnya, adalah mengajak peserta didik membuat simpulan. Simpulan harus mempertimbangkan banyak aspek. Kemampuan untuk mempertimbangkan banyak sisi akan membuat peserta didik dapat menentukan simpulan yang terbaik. Inilah konsep berpikir inovatif. Menemukan yang paling sesuai dengan konteks. Pilihan ini tentu bukan sekadar memilih. Pemilihan sudah melalui pemikiran panjang bahkan adu argumen yang keras.
Kegiatan kedua, pembelajaran matek teks cerita fantasi. Materi ini ada di kelas VII semester 1. Dalam pembelajarn teks cerita fantasi, guru dapat mengajak peserta didik berpetualang ke dunia imajinatif tanpa batas. Cerita fantasi memang bukan sekadar fiksi, tapi lebih jauh karena sifat fantastiknya.
Peserta didik diajak untuk berpikir kritis terhadap realita di kehidupannya. Misalnya saja mereka menemukan fakta kemacetan Jakarta yang seakan tak akan pernah sampai pada ujung penyelesian. Peserta didik dapat menulis cerita fantastik tentang kemacetan dengan menghadirkan alternatif (berpikir kreatif). Ada yang memunculkan ide tentang mobil yang mampu menegcil dan membesar sehingga dapat berjalan di jalan lebar atau bahkan masuk gang saat terjadi kemacetan. Â Bisa juga menghadirkan mobil yang mampu terbang atau bahkan mampu menembus tanah.
Sampai pada akhirnya, pemilihan cerita fantasi tentang fakta kemacetan yang telah dikritisi dan kemampuan menemukan alternatif-alternatif, berakhir pada solusi paling memungkinkan (berpikir inovatif).Â
Rumah Belajar sebagai Sumber Belajar
Selama ini selalu muncul keluhan akan sumber belajar yang kurang dalam sebuah pembelajaran. Di era revolusi industri, kita sebagai guru memang harus terus mendorong peserta didik menggunakan internet dalam proses belajar-mengajar.
Ruang guru merupakan hasil kreativitas salah satu generasi muda negeri ini yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran. Hanya saja, untuk mengakses situs yang satu ini, peserta didik harus membayar. Bagaimana kalau kita mengajar di sekolah dengan peserta didik yang memiliki tingkat ekonomi kurang atau di bawah standar?
Alternatif yang tepat untuk pembelajaran dengan tanpa harus memikirkan pembayaran adalah memanfaatkan situs milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dikelola oleh Pustekom. Pustekom sudah mengembangkan sumber belajar berupa Rumah Belajar. Guru diharapkan mampu memaksimalkan pemanfaatan situs tak berbayar milik Kemdikbud ini.
Rumah belajar memiliki konten yang sangat bervariasi. Mulai dari konten materi pembelajaran hingga evaluasi pembelajaran tersedia lengkap. Dari kurikulum 2006 hingga kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013.
Bukan hanya yang berupa materi biasa. Di Rumah Belajar juga terdapat konten-konten multimedia yang akan sangat digemari oleh peserta didik milenial. Karena bentuknya yang multimedia, konten ini akan membuat semakin mudah peserta didik dalam memahami materi pembelajaran. Â ebagaimana ciri revolusi industri 4.0.
Di Rumah Belajar, guru bahkan dapat membuat kelas-kelas maya yang dapat diakses oleh setiap peserta didiknya di mana pun dan kapan pun mereka berada. Bahkan dapat diakses oleh siapa pun jika kelas yang dibuat oleh seorang guru merupakan kelas terbuka. Belajar menjadi semakin sangat terbuka karena tidak lagi tersekat oleh ruang-ruang kelas. Seorang peserta didik di Papua bisa belajar dengan guru di Jakarta. Â Sehingga keluhan kekurangan guru atau kualitas guru yang belum kompeten di luar Jawa dapat teratasi.Â
Penutup
Revolusi industri 4.0 adalah sebuah keniscayaan sejarah. Guru harus mampu menyesuaikan gerak langkahnya dengan gerak sejarah tersebut. Guru mengajarkan sikap kritis, kreatif, dan inovatif. Guru bahasa Indonesia dapat melakukannya dalam semua materi pengajaran. Dalam tulisan ini ditampilkan dua contoh pengajaran bahasa Indonesia.Â
Esai ini mungkin masih banyak kekurangannya. Apabila dalam tulisan ini masih banyak kekurangan, mohon untuk dikoreksi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H