Tapi sayang, manusia memang terkadang lebih iblis dari iblis itu sendiri.
Ibu tertidur. Â Diah hanya memandangi wajah yang seperti damai. Â Seperti. Â Karena baru saja ibu mengeluh tentang dosa. Â Tentang kesalahan.
Mungkinkah wanita yang tak pernah protes ini telah melakukan pembangkangan paling purba?
Kita memang tak boleh menilai sesuatu hanya dari kulitnya. Â Banyak koruptor yang santunya tak alang kepalang. Â Banyak koruptor yang satu menit sebelum tertangkap sedang berpidato tentang begitu kejamnya koruptor terhadap negeri ini. Â Banyak koruptor yang saat menyumbang masjid atau gereja terbanyak jumlah rupiahnya.
Hanya saja, perempuan yang selalu lebih banyak diam dan mengalah ini, mungkinkah ia melakukan pengkhianatan?
Malam semakin larut.
Diah beranjak untuk mengerjakan tahajud. Â Diah ingin menyapa Sang Pemberi Hidup. Â Diah ingin memasrahkan diri dan hidupnya. Â Tak ada yang bisa menghimpun segala kesahnya kecuali Dia.
Ada ketenteraman yang selalu menyelusup ke balik hatinya seuasai salat. Â Entah itu murni atau hanya khayali. Â Hanya saja, Diah selalu menikmati ketenangan itu sebgai pemberian yang paling indah.
"Nduk..!"
Ibu terbangun. Â Suaranya lemah.
"Iya, Bu."