Kematian.
Betulkah kematian hanya sebuah gerbang? Â Gerbang menuju keabadian. Â Gerbang menuju surga atau neraka. Â Diah sering muak dengan pemuka-pemuka agama yang kalau ngomong seperti sudah pasti akan masuk surga. Â Diah juga suka muak dengan para penjaja ayat-ayat Tuhan demi sahwat sendiri.
Anggaplah ISIS. Â Orang Islam yang mengaku paling Islam. Â Orang yang tega membunuh demi Tuhan. Â Orang-orang yang tunduk pada dogmatisme. Â Dogamtisme yang juga berarti totalitarialisme. Â Apa kata pemimpin adalah kebenaran mutlak. Â Padahal, mereka hanyalah para penafsir. Â Penafsir ayat-ayat Tuhan yang justru sangat mungkin berbeda dengan kemauan Tuhan itu sendiri. Â Tapi, tafsir mereka sudah menjadi kebenaran. Â Dan tak boleh dilawan.
Ketika membaca Kompas, Diah tersenyum sendiri.
Ternyata model ISIS bukan model Islam tapi lebih pada model libido paling purba manusia tengil. Â Kenapa? Â Karena, menurut seorang kolumnis dalam tulisan di Kompas itu, hal yang serupa, menundukkan setiap musuh bahkan dengan cara memperkosa para perempuan lawan-lawan tafsirnya telah lahir di Jerman pada abad ke-15. Â Juga dengan memanggul ayat-ayat Tuhan yang ditafsir dengan dogmatisme totalitarianisme.
Agama telah menjadi perebutan mencapai kekuasaan.Â
Padahal, agama seharusnya menjadi sebuah revolusi sosial. Â Setiap agama lahir di tengah masyarakat yang sakit. Â Masyarakat yang telah kehilangan ruh kemanusiaan. Â Agama hadir untuk mengembalikan ruh tersebut. Â Mengembalikan kemanusiaan pada sisi paling berkemanusiaan. Â Sisi kemanusiaan diletakkan pada garda depan, bukan disisipkan dan bahkan malah dikorbankan.
Kematian.
Akankah menjadi jalan pembebasan? Â Entah. Â Tapi, semua manusia atau bahkan semua makhluk hidup memang pasti akan mati. Â Tinggal menunggu gilirannya saja.
Lalu, untuk apa begitu banyak berebut surga? Â Tuhan toh telah menyediakan surga dengan begitu luasnya. Â Seandainya seluruh manusia harus masuk ke dalam surga, surga masih tetap mampu menampungnya. Â Tanpa harus ada yang iri atau ada yang masih ingin sendiri.
Seandainya hal seperti ini menjadi kesadaran bersama umat manusia, pasti taka ada perang. Â Pasti tak akan ada pengungsi-pengungsi yang nasibnya mengiris hati. Â Agama benar-benar menjadi alat perdamaian.