Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

3 Hati dalam Gelas (17)

30 Maret 2016   12:37 Diperbarui: 30 Maret 2016   13:33 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[

Hujan hampir usai.  Tinggal rintik yang ritmik mengiringi langkah Diah.  Dan cowok yang dari tadi mengiringi jalan Diah.  Waktu itu, tebu masih belum tua benar.  Masih setinggi dada Diah.  Sedang ranum-ranumnya.  Orang di kota kelahiran Diah sering menganggap tebu dalam usia itulah yang paling enak dimakan.  Bukan dimakan sebetulnya, tapi diisap sarinya.  Tebu tak pernah dimakan, diisap sarinya dan dibuang ampasnya.  Setiap isapan akan melambungkan hayalan.  Lebay ya?

Dodo nama cowok itu.  Diah tahu kalau dodo menyukainya.  Diah sering memergoki mata Dodo yang sedang meliriknya.  Kadang-kadang Diah membiarkan ta[i kadang-kadang Diah menegurnya.  Diah merasa persahabatan lebih indah daripada cinta.  Model apa pun cinta itu.

Namun Dodo sendiri beda.  Dodo sering menganggap Diah sebagai cewek yang beda dari cewek-cewek lainnya.  Diah memang hanya pakai rok saat sekolah.  selebihnya selalu pakai celana.  Gaya jalannya juga beda.  Kalau kalian tak tahu lebih dulu jika Diah itu cewek, maka kalian akan tersesat dan menganggap Diah itu cowok.  Dan Dodo memang suka cewek yang tak terlihat lemah.

"Kenapa orang selalu menganggap cewek itu lemah ya, Di?" tanya Dodo saat mereka jalan bersama.  Tangan Dodo yang mencoba meraih tangan Diah pun segera ditepis.  Dodo hanya meringis karena ketahuan gayanya.

"Karena ceweknya juga sering merasa senang berada atau dianggap sebagai lemah," jawab Diah.

"Kok gitu?"

"Karena kelemahan cewek itulah kekuatannya, Do."

"Tambah gak ngerti aku," Dodo berlagak geleng-geleng kepala.

"Kamu pernah lihat cowok yang mati-matian menolong cewek yang melemahkan diri sendiri, Do?"

"Sering."

"Dengan kelemahan itulah cewek memperdaya cowok.  Cowok akan bertindak apa pun biar dianggap maco sama cewek."

Mereka berdua masih berjalan beriringan.  Angin masih agak kencang.  Meliuk-liukan daun tebu.  Juga meniup rambut pendek Diah.  Gerimis mengiringi langkah mereka.

Tak ada delman lewat.  Sehingga mereka memutuskan untuk terus jalan kaki.  Toh rumah mereka tak jauh.

"Seperti mau hujan lebat lagi," kata Dodo sambil mendongak.

Diah mengangguk.

"Kita duduk di situ dulu saja," usul Dodo saat hujan benar-benar tercurah deras.

Terpaksa Diah mengikuti langkah Dodo.  Dan apakah kalian tahu apa yang kemudian dilakukan Dodo?

Diah tersenyum mengenang peristiwa itu.

Dodo menembaknya.  Dodo menyatakan kalau dia mencintai Diah.  Tapi, seperti bisa kalian tebak sendiri.  Cewek maco itu tertawa terbahak.  Membuat Dodo mukanya merah.  Dodo tahu kalau bahak Diah berarti penolakan.

"Masa cowok mencintai cowok?" kata Diah sambil berpaling.

Ucapan itu hanya hadir di mulut Diah.  Hati Diah beda.  Dalam hati, Diah merasa kalau Dodo memang cowok paling perhatian.  Dalam hati Diah, Dodo merupakan cowok ideal.

"Apa kata keluarga Dodo kalau Diah menerima Dodo?" bisik Diah dalam hati.

Dodo anak tunggal dari kyai kampung.  Bapaknya yang selalu menjadi imam masjid.  Setiap ada kegiatan agama, ayah Dodo selalu memberikan tausiyah. 

Dalam salah satu tausiyahnya, ayah Dodo bercerita tentang kaum nabi Luth.  Pada saat itu, terjadi keganjilan.  Kaum laki-laki menyukai kaum laki-laki.  Kaum nabi Luth itu sering dikenal dengan kaum Shodom.  Dan karena keganjilan sikap mereka yang lebih mencintai sesama lelaki itulah yang kemudian menjadikan kaum Shodom mendapat murka Tuhan.  Kaum Shodom dilenyapkan dari muka bumi.

"Jangan sekali-kali, ada generasi kaum Shodom di lingkungan kita!  Kalau sampai ada keturunan Shodom di lingkungan kita, kewajiban kitalah untuk mengembalikan hakikatnya atau membuangnya jauh-jauh dari lingkungan kita!  Tak ada pilihan lain!"  suara ayah Dodo menggelegar.

Dan Diah perempuan yang sudah dibentuk menjadi laki-laki oleh bapaknya.  Diah sudah menjadi setengah laki-laki.  Yang juga sudah dapat diartikan kalau Diah sudah setengah Shodom.  Kalau ayah Dodo tahu anaknya mencintai generasi Shodom, maka bukan lagi kemurkaan ayahnya yang didapat.  Dodo pasti akan diusir dari rumahnya.

Diah tak mau itu terjadi.  Sehingga, walau hatinya tak ingin melakukan itu, mulut Diah tetap mengatakan penolakannya terhadap cinta Dodo.

"Sekarang Dodo di mana, ya?" bisik Diah.

(Bersambung)

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun