Mohon tunggu...
Mochacinno Latte
Mochacinno Latte Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

day dreamer, art holic, coffee holic, painter, technocrat wanna be, author for his own satisfaction, idea creator

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ontran-ontran Ngarcopodo Seri 8: Demi Pribumi Aku Wani Perih

31 Oktober 2017   15:55 Diperbarui: 31 Oktober 2017   16:37 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di pihak lain, juga tak kalah heboh dan ramai mereka memperlengkapi diri demi membela apa yang mereka percayainya. Pokoknya harus seperti apa yang saya, kita, kami mau atau diam tapi minggat lebih baik. Mungkin seperti itulah perselisihan jaman sekarang. Nek ora ngene ora, kalau tidak begini tidak. Limbuk, Gareng dan konco-konconya dari Kota Raja sengaja datang untuk membela Bagong, mereka membawa baju-baju adat Nusantara, yang menjadi ciri bahwa mereka adalah asli pribumi, yang dianggap menjadi identitas kepribumian di nergeri ini. Lain pula dengan Mang Kempleng, dia membawa poster pembangunan liar yang dilakukan oleh kaum-kaum yang dilebeli non-pribumi, dianggap merusak dan dianggap memetingkan kelompoknya, ada juga gambar yang memeperlihatkan adanya eksodus dari Tiongkok mendatangkan orang-orangnya untuk bekerja proyek mereka. "Demi pribumi aku rela mati, aku wani perih, Aseng dan Asing dilarang masuk." Begitu  bunyi sepanduk yang dibawa Mang Kempleng dan konco-konconya, memang provocatif dan tak kalah pedasnya.

Terang saja suasanya menjadi riuh seketika, kata-kata yang terucap pun rusuh tanpa tatanan tanpa nalar penuh emosi. Yu Ginnah lari kebelakang pintu, sembunyi, delik dibelakang pintu warungnya. Bagong segera saja bergabung dengan kelompoknya, begitu juga dengan Koh Jii Shu segera saja bergabung dengan kelompok yang mendukungnya. Sedang Katon malah asik  menikmati panganan di warung Yu Ginah sambil ngopi dan menikmati tontonan gratis ini.

Riuh seketika mirip pasar malam, pasar dadakan yang datang tiga bulanan di lapangan Desa. Gontok-gontakan pun sudah tak terhindarkan mereka saling lempar kesalahan, lempar tuduhan bahkan lempar tanggung jawab. Koh Jii Shu dan Bagong sudah pinting-pitingan, saling colok hidung dan uyel-uyelan. Beberapa berusaha menurunkan banner yang terpasang di warung Yu Ginah, tapi disisi sebaliknya juga ada yang berjaga berusaha menghalang-halangi. Tampaknya akan menjadi pertempuran desa atau perang civil atau civil war kecil-kecilan tingkat desa yang tak akan terhindarkan, bisa jadi pula hal ini kan berkembang dan merembet kemasalah-masalah lain.

Dari kejauham tampak berlari mendekat seseorang datang sambil membawa sesuatu. Semakin dekat dengan keramaian, pertempuran unik warga desa, seseorang tersebut tampak tergopoh-gopoh, terburu-buru, mengenakan blangkon, seragam pamong Desa dan menenteng megaphone. Pak Kades datang tepat waktu, persis sebelum terjadi pertumpahan barang dagangan Yu Ginah karena dijadikan bahan lempar-lemparan.

"Berhentiii...Berhentiii... berhentii.. Hop.. stop!!!" Seru Pak Kades dengan menggunakan megaphonenya.

Gema suara dari megaphone membuat warga desa terkaget tak kecuali Bagong yang mengadakan pertempuran single 1 lawan 1 dengan Koh Jii Shu. Warga desa mematung seketika begitu juga dengan Bagong.

"Eh Pak Kades, ngagetin wae lho ya." Begitu sapa Bagong sok ramah pada Pak Kades.

Lalu lanjutnya "Pak Kades, terimakasih lho ya, kemaren E-KTP nya sudah jadi geratis lagi, Btw Pak Lurah mau joint dengan kami? Langsung saja lho Pak tak perlu sungkan-sungkan, silahkan pilih lawan? " celoteh Bagong yang merasa tidak salah dengan apa yang diperbuatnya.

Lalu teriak bagong lagi"Hadiriiin...Bapak-bapak, ibu-ibu Pak Lurah datang mau joint... jadii Lanjuuuuuuuuttt...!!!" teriakan Bagong tersebut membuat Pak Lurah semakin gemes dan kaget. Seketika pula pergumulan menjadi semakin liar, nakal dan brutal.

Pak kades mumet dengan kondisi tersebut, dengan tingkah warga desanya yang memang susah dikontrol. Pak Kades harus berpikir dengan keras apa yang harus dilakukkannya sehingga warga desa berhenti dari aksi konyol tersebut. Kemudian Pak Kades menaiki drum yang ada di depan warung Yu Ginah, lalu berdiri dan mendekatkan megaphone mulutnya.

"Berhenti!!!! Mandeeeg kabeeh!! Berhenti semua!! atau saya akan melakukan ini". Menggema suara megaphone itu, Pak Kades berseru kembali berusaha menenangkan warga desa sembari mulai mencopoti bajunya, dimulai dari blangkon, seragam pamong desa dan sepatu pantofelnya. Sekarang praktis tinggal singlet dan kolornya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun