Karena itu masa pergantian mentri, dengan sendirinya surat itu belum dibaca oleh pejabat yang bersangkutan, namun sempat tertahan karena proses pergantian pejabat. Karena prestasi dan ketauladanannya, Adyatma yang ketika itu tidak menjabat sebagai pejabat Negara sedang bepergian ke luar negeri.
Ketika pulang ke tanah air, terjadilah pergantian sejumlah menteri dari Kabinet Pembangunan IV kepada Kabinet Pembangunan V. Presiden Suharto ketika itu menunjuk Adyatma, MPH sebagai menteri yang baru dan menggantikan Dr. Soewardjono Surjaningrat sebagai Menteri Kesehatan kala itu untuk masa jabatan tahun 1988 hingg 1993.
Saat itu menteri Kesehatan sudah dijabat oleh Adyatma, sehingga segala kebijakan dan surat-surat penting yang ditujukan kepada Menteri sebelumnya akan melewati Adyatma. Pun demikian, surat yang ketika itu dikirimkan oleh Dirjen kepada Menteri Kesehatan yang memprotes rumah yang dipinjam oleh Adyatma selama belum memiliki rumah. Dan baru ketika menjadi menterilah, beliau diberi rumah oleh pemerintah.
Surat itu akhirnya sampai di meja sang Menteri. Sebagai menteri, Adyatma sendirilah membaca surat yang ditulis anak buahnya untuk memprotes kejelasan rumah dinas tersebut. Mungkin kita bisa membayangkan kejadian ketika itu. Bagaimana reaksi sang Menteri dan pengirim surat. Tetapi karena kebijakan Adyatma, kejadian itu tidak terendus oleh banyak pihak sehingga tidak terjadi hal-hal yang dikhawatirkan.
Pertanyaannya masihkah kita mendengar para pejabat kita, yang seperti beliau?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H