Tun Sri Lanang misalnya, mengirim kitab Sejarah Melayu bertitel Sulalatus Salatin tidak terlalu lama, hanya 406 tahun dari sekarang. Ia hampir seangkatan dengan William Shakespeare yang jejak kepenulisannya begitu kuat, dan membapaki novelis-novelis kelas dunia setelahnya. Mungkin renaisans tidak sampai ke kepulauan Melayu sehingga Tun Sri Lanang menjadi satu-satunya. Dianggap paling purba, ketika Shakespeare tengah memulai penulisan modern dalam kaidah Inggris.
Atau apakah seperti hari ini, dan 400 tahun akan datang puak Melayu Kepulauan Riau hanya akan mengenal Rida K Liamsi? Bukan karena ia satu-satunya, tapi siapa yang paling produktif. Yang pasti, tiap perayaan Hari Jadinya, Rida dalam usia kini sudah 77 tahun memberi hadiah besar bagi khazanah sejarah Melayu. Di sela-sela itu ada saja buku penting dan novel yang ia tulis.
Dalam beberapa tahun ini banyak orang mulai menebak, buku apa lagi yang terbit pada perayaan ulang tahun, 17 Juli? Rida adalah Tun Sri Lanang yang sangat fokus menulis historia puak Melayu, tapi sekaligus adalah Shakespeare yang melecut dan menginspirasi penulis-penulis setelahnya. Ia juga adalah Nietzsche, yang tak jemu membongkar dan menginterprestasikan manuskrip lama, demi kesempurnaan karyanya.
Bagi kami, para penulis muda di Kepulauan Riau, Rida adalah cermin tempat kami memproyeksikan diri. Buku - buku tebal yang ia terbitkan adalah cemeti, begitu ia berpacu waktu membangun tapak - tapak literasi. Dulu kala di pusat Kerajaan Melayu Pulau Penyengat terbentuk Rusdiyah Club (1890), sebuah kumpulan para penulis, simbol perlawanan intelektual terhadap kolonial, Rida seperti sedang berada dalam prosesi membangkitkan batang terendam. ~MNT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H