Di negeri tongkat kayu jadi tanaman ini, tongkat mana yang sudah jadi tanaman? Yang ada hanyalah tongkat komando untuk mengibarkan panji – panji laissez faire dan menegakkan hukum usang peninggalan Belanda yang ditambal sulam. Pemerintahan dijalankan demi pelaksanaan ritual pengosongan anggaran. Anggaran rutin aparatur sangat gemuk dan anggaran publik digencet habis – habisan, itu pun disalurkan dengan cara – cara akrobatik.
Jelata sibuk menonton berita di televisi, dari peristiwa ke peristiwa. Peristiwa yang baru menindih peristiwa yang lama. Suatu tragedi terkadang sengaja dicuatkan untuk mengalihkan perhatian publik. Anehnya kita melahap tontonan itu sebagai pemacu adrenalin semata atau pengganti opera sabun.
Bahwa negeri ini harus disadari telah sejak lama tersandera oleh hegemoni asing dan orang dalam sendiri dari kalangan avonturir dan jongos. Neokolonialisasi dan neolieberalisasi itu nyata, meski dibungkus dengan kesopanan dan kidung nina bobo. Sebagai bangsa penonton dan pemakan (oleh gairah konsumerisme via televisi), jelas hanya sedikit dari kita yang melihat hal ini sebagai suatu ikhwal serius.
Kita adalah bangsa yang sedang dihisap kekayaannya sedangkan rakyat penghuni bumi Indonesia selalu tepat berada pada garis kemiskinan bahkan lebih banyak di bawah garis itu. Alih - alih meratapi getirnya kehidupan, ajaibnya kita kembali lagi dan lagi masuk ke dalam ekstase suguhan panggung televisi tanpa suatu proses dialektika hingga terlelap.
Sebagaimana kita yang selalu menengadah ke langit ketika berdoa, atau membuat jalan lebih sederhana dengan memuja – muja patung di kuil pagan, maka pola pikir dan gerak keseharian kita selalu tidak sampai kepada esensi.
Kita adalah makhluk mikrokosmos yang terlalu lama berputar – putar di kulit terluar, tanpa ingin masuk lebih dalam, mengamati hakikat gerak alam, melakukan pengembaraan sufistik dan lelaku kontemplatif. Â
Jika terus demikian adanya, kita akan sangat mudah ditarik oleh rekayasa – rekayasa sosial, diadu domba oleh hal – hal teknis, disusupi oleh doktrin – doktrin sesat dan dilenakan oleh tontonan yang mengesankan semuanya seolah – olah baik – baik saja. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H