Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Makhluk Mikrokosmos

1 Februari 2016   12:51 Diperbarui: 16 Juli 2018   10:29 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Paulo Zerbato

Di negeri tongkat kayu jadi tanaman ini, tongkat mana yang sudah jadi tanaman? Yang ada hanyalah tongkat komando untuk mengibarkan panji – panji laissez faire dan menegakkan hukum usang peninggalan Belanda yang ditambal sulam. Pemerintahan dijalankan demi pelaksanaan ritual pengosongan anggaran. Anggaran rutin aparatur sangat gemuk dan anggaran publik digencet habis – habisan, itu pun disalurkan dengan cara – cara akrobatik.

Jelata sibuk menonton berita di televisi, dari peristiwa ke peristiwa. Peristiwa yang baru menindih peristiwa yang lama. Suatu tragedi terkadang sengaja dicuatkan untuk mengalihkan perhatian publik. Anehnya kita melahap tontonan itu sebagai pemacu adrenalin semata atau pengganti opera sabun.

Bahwa negeri ini harus disadari telah sejak lama tersandera oleh hegemoni asing dan orang dalam sendiri dari kalangan avonturir dan jongos. Neokolonialisasi dan neolieberalisasi itu nyata, meski dibungkus dengan kesopanan dan kidung nina bobo. Sebagai bangsa penonton dan pemakan (oleh gairah konsumerisme via televisi), jelas hanya sedikit dari kita yang melihat hal ini sebagai suatu ikhwal serius.

Kita adalah bangsa yang sedang dihisap kekayaannya sedangkan rakyat penghuni bumi Indonesia selalu tepat berada pada garis kemiskinan bahkan lebih banyak di bawah garis itu. Alih - alih meratapi getirnya kehidupan, ajaibnya kita kembali lagi dan lagi masuk ke dalam ekstase suguhan panggung televisi tanpa suatu proses dialektika hingga terlelap.

Sebagaimana kita yang selalu menengadah ke langit ketika berdoa, atau membuat jalan lebih sederhana dengan memuja – muja patung di kuil pagan, maka pola pikir dan gerak keseharian kita selalu tidak sampai kepada esensi.

Kita adalah makhluk mikrokosmos yang terlalu lama berputar – putar di kulit terluar, tanpa ingin masuk lebih dalam, mengamati hakikat gerak alam, melakukan pengembaraan sufistik dan lelaku kontemplatif.  

Jika terus demikian adanya, kita akan sangat mudah ditarik oleh rekayasa – rekayasa sosial, diadu domba oleh hal – hal teknis, disusupi oleh doktrin – doktrin sesat dan dilenakan oleh tontonan yang mengesankan semuanya seolah – olah baik – baik saja. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun