Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mendebat Raja Singapura Tua

9 Oktober 2015   13:30 Diperbarui: 2 Maret 2022   15:17 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagenda Sang Nila Utama adalah bauran fiksi, mitos dan sejarah yang dipaksakan. Saya menyarankan untuk tidak sering -sering membaca alkisah tokoh yang satu ini, jika tidak ingin secara kompulsif mengulang aksi #TepokJidat. Bingung level dewa adalah efek sampingnya, kecuali tujuan membacanya hanya sebatas hiburan.

Sang Nila Utama tercatat dengan tinta emas dalam sejarah imperium Melayu sebagai pendiri Kerajaan Singapura Tua. Ketika didaulat menjadi Raja Kerajaan Singapura ia bergelar Sri Tri Buana (1299 M–1347 M). Namun riwayat hidupnya diselimuti kabut misteri, aksioma dan dongeng orang tua-tua dulu. Jika kita sepakat bahwa Sang Nila Utama adalah bagian dari Sejarah Melayu, maka sejarah itu sendiri wajib memenuhi tahapan uji ganda (dual test),secara empiris dan logis.

Sejarah adalah fakta sampai ia dibelokkan untuk memihak kepada ketidakbenaran atau hayalan. Buku sejarah adalah buku fakta, bukan kronika setengah fiksi. Ini mesti dipahami para penulis sejarah abad ini, jika tak ingin terkategori sebagai penyalin ulang hasil imajinasi purbawi. Namun harus diangkat topi, memetik kata “Sejarah” dalam judul sebuah buku butuh keberanian penuh.

Kronika Melayu macam Sulalatus Salatin (Penurunan Segala Raja-raja) karya Tun Sri Lanang, kemudian sekuelnya Malay Annals versi Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, Raffles 18 dan WG Shellabear lalu Tuhfat al Nafis warisan Raja Ali Haji, sampai yang paling kontemporer buku setebal 665 bertitel: Sejarah Melayu yang ditulis Ahmad Dahlan, PhD (edisi revisi) – paling tidak buku - buku ini – hampir tanpa silang sengketa mencoba menyerap popularitas Iskandar Zulkarnain dari Muqaduniah (Macedonia) #bingung – dan atau Alexander the Great dari Macedonia #bingung. Lalu dengan sangat ajaib dinobatkan sebagai: Bapaknya Raja Melayu.

Dalam Mitologi Melayu, adalah Sang Sapurba bersama dua saudara kandungnya Nila Pahlawan dan Krisna Pandita sekonyong – konyong turun dari Bukit Siguntang menuju Palembang menunggangi gajah, bermahkota ratna mutu manikam. Lalu diangkat menjadi raja karena ia mengaku sebagai keturunan Iskandar Zulkarnain. Sang Sapurba adalah ayahnda dari Sang Nila Utama.

Sejak awal saya sudah dibingungkan tentang sosok Iskandar Zulkarnain dengan Alexander the Great dari Macedonia yang lahir ribuan tahun sebelumnya (Alexander hidup 356 SM–323 SM sedangkan Sang Sapurba ada pada tahun 1.200-an Masehi).

Hampir semua orang yang punya atensi pada sejarah Melayu menyebut–nyebut cikal bakal Raja Melayu turun dari Bukit Siguntang, tapi kemudian alis mereka berkernyit untuk menjelaskan bagaimana ia bisa naik ke bukit itu dengan mengabaikan dimensi ruang dan waktu. Sementara itu, Tambo Minangkabau juga menyebut, embrio raja Minangkabau, Maharajo Dirajo dan asal usul orang Minangkabau sebagai keturunan Iskandar Zulkarnain merujuk kepada Sang Sapurba.

Kronik dalam Salalatus Salatin maupun Malay Annals dengan penuh anomali mencoba mengurai silsilah Sang Sapurba untuk mengaitkannya dengan Iskandar Zulkarnain. Tapi upaya ini menyelisihi syarat sebuah sejarah yang dipaksa melewati dual test (empiris dan logis).

Syahdan, Raja Culan- entah keturunan ke berapa dari Iskandar Zulkarnain - diceritakan turun ke dasar laut tempat berdirinya sebuah kerajaan bernama Alam Dika, lalu menikah dengan Puteri Mathab al-Bahri anak kepada Raja Alam Dika bernama Raja Aftab al-Ard. Dari pernikahan itu lahirlah tiga putera yakni Sang Sapurba adik beradik. Kisah ini lebih mirip dongeng ketimbang fakta sejarah, sampai ada bukti empiris tentang manusia aquatic yang membina kerajaan di bawah laut mirip ikan duyung, dengan nama Arab pula.

Penulis Hikayat Melayu juga gagal mengurai bentang konstelasi ribuan tahun antara Iskandar Zulkarnain sampai ke cikal bakal raja Melayu, kecuali beberapa nama yang dikait-kaitkan sebagai zuriat, yang makin lama dipelototi makin membuat kita mengulang laku #TepokJidat.

Tun Sri Lanang sebagai penulis Sulalatus Salatinagaknya terobsesi pada Iskandar Zulkarnain seumpama nabi sebagaimana yang termaktub dalam Alquran (QS. Al-Kahfi: 83-98). Bahkan menyebutnya sebagai keturunan Nabi Sulaiman. Tapi ia memiliki kecondongan yang kuat untuk membenarkan bahwa Iskandar Zulkarnain itu adalah Alexander the Great dari Macedonia dengan menulisnya sebagai anak raja Darab dari Muqaduniah (istilah Arab Melayu untuk Macedonia).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun