Alquran hanya menyebut Zulkarnain tanpa Iskandar (Alexander) di depannya. Sosok Zulkarnain memantik kontradiksi sepanjang masa. Apakah Iskandar Zulkarnain sama dengan Alexander the Great dari Macedonia, dekat Yunani? #TepokJidatMassal.
Membaca perkara ini, Raja Ali Haji mungkin saja sudah lebih dahulu menepuk jidatnya, sehingga ia merefleksikan kebimbangannya dengan frasa “konon”. Sedangkan Ahmad Dahlan memaparkan antitesa dalam bahasan khusus untuk menempatkannya sosok Iskandar Zulkarnain berada di tengah–tengah antara sejarah dan mitos. Sedangkan Hasan Yunus memposisikan diri sebagai ahli tafsir, ia lebih banyak menjelaskan yang tersirat di balik yang tersurat.
Zulkarnain dalam versi Islam adalah maharaja soleh yang harum namanya. Beliau mengajak umat manusia sebentang taklukannya antara Barat dan Timur untuk memeluk agama Tauhid. Lalu ia pula yang membentengi Yajud wa Ma’jud, makhluk yang akan muncul menjelang kiamat.
Lalu siapa Alexander the Great? Izinkan saya untuk menyebutnya sebagai bule gila yang mati muda. Ia kehabisan nafas sebab tenggelam dalam lautan daulat seluas separuh dunia. Mata kakinya dipenuhi genangan darah hasil pembantaian umat manusia, sejauh ia berjalan. Celakanya ia adalah murid filsuf moralis dan pejuang dogma, Aristoteles.
Monsanto Luka dalam 100 Tiran Penguasa Dunia secara satire menstigma Alexander sebagai tiran haus darah. Ia membuat diskripsi singkat tentang Alexander begini: Selama berkuasa sebagai Raja Macedonia, Alexander melancarkan serangkaian tindakan brutal, menghancurkan Maedi, membantai pita sakral Thebes, dituduh terlibat pembunuhan ayahnya Phillip II, menghancurkan Thebes, menginvasi Asia dan India, membantai ribuan lelaki di Tyre dan Gaza, menjual para wanita dan anak–anak yang masih hidup sebagai budak, menghancurkan Samaria, membungihanguskan Persepolis saat mabuk, membunuh sejumlah pengikut ayahnya, membantai siapapun yang menentangnya dan yang paling brutal: menyatakan dirinya sebagai Tuhan. Ia pun mengoleksi 365 wanita cantik di Asia sebagai selir, yang jika diumpamakan, sepanjang tahun Alexander bermalam dengan wanita yang berbeda. #AmponTuanku.
Lupakan kisah horor Alexander the Great. Taruhlah kita sepakat Sang Sapurba adalah keturunan Nabi Zulkarnain versi Alquran (juga diceritakan dalam Injil pada Kitab Daniel), tapi mengapa pula ia tak beragama Islam? atau paling tidak memeluk salah satu agama Samawi. Sang Sapurba dan keturunannya sepertinya menganut Hindu, seumpama raja – raja purba Nusantara, namun situs Budha juga terdapat di Taman Purbakala Bukit Siguntang. (Raja Melayu yang pertama sekali memeluk Islam adalah Parameswara yang kemudian bergelar Raja Iskandar Syah , hidup 1388 M – 1392 M).
Kembali ke Sang Sapurba, bila sampai di Palembang, ia dinobatkan sebagai raja oleh raja sebelumnya yakni Demang Lebar Daun. Mendengar Sang Sapurba sebagai keturunan Iskandar Zulkarnain, Demang Lebar Daun dengan gemetar serta merta melepas tahta dan menikahkan puterinya Wan Sendari dengan Sang Sapurba. Dari Wan Sendari, Sang Sapurba memiliki empat anak bernama Puteri Seri Dewi, Puteri Cendana Dewi, Sang Maniaka dan Sang Nila Utama.
Menghiliri Sungai Musi, menyusuri gugus pulau, Sang Sapurba beserta keluarga dan rombongan istana akhirnya sampai ke Pulau Bintan. Singkat cerita ia menetap di Kerajaan Bentan yang terletak di kaki Gunung Bintan atas jemputan Permaisuri Iskandar Syah. Sang Nila Utama lalu dinikahkan dengan Wan Seri Beni, puteri mendiang Raja Iskandar Syah kemudian meneruskan tahta Kerajaan Bentan.
Selimut Misteri Pantai Temasik
Dalam masa bulan madu, Sang Nila Utama berniat bertamasya ke Pulau Batam tepatnya di Tanjung Bemban dekat Kampung Batu Besar yang sudah tersohor akan keindahan pasir putihnya. Di Bemban, rombongan Sang Nila Utama juga berburu rusa (dalam versi lain disebut pelanduk), hingga ia tiba di sebuah batu besar.
Batu besar itu diyakini adalah sebuah batu berukuran raksasa setinggi 15 meter yang terletak sekitar 800 meter dari bibir pantai. Batu raksasa ini menjadi cikal bakal penamaan Kampung Batu Besar. Di atas batu besar inilah konon dalam Malay Annals, disebutkan Sang Nila Utama melihat hamparan pasir di tepian pantai Temasik (Singapura), lalu memutuskan untuk menyeberang ke sana dan mendirikan Kerajaan Singapura.