Mohon tunggu...
Muhammad Nur Kholil
Muhammad Nur Kholil Mohon Tunggu... Editor - Editor

Sebatas Pecandu Oksigen Yang Sedang Merajut Asa

Selanjutnya

Tutup

Money

Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer menurut Abdul Mannan dan Syed Nawab Haider Naqvi

8 Maret 2018   03:06 Diperbarui: 8 Maret 2018   03:36 6237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Islam merupakan ajaran yang mengatur kehidupan dalam dimensi akidah, ibadah, dan semua bentuk transaksi, terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang berbau ekonomi. 

Jikalau kita berbicara tentang ekonomi Islam tentunya kita harus memahami apa yang dimaksud dengan ekonomi Islam tersebut. Ekonomi Islam merupakan ilmu tentang hukum-hukum syariat yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci tentang persoalan yang terkait dengan mencari,  membelanjakan, dan cara-cara mengembangkan harta. 

Ekonomi Islam dihasilkan dari agama Allah dan mengikat semua manusia tanpa terkecuali. Ekonomi Islam memberikan panduan agar manusia tidak menjadi budak ekonomi, melainkan menjadi pengendali ekonomi.

Selanjutnya paradigma ekonomi Islam mulai kembali diperbincangkan ketika dunia kontemporer mendorong munculnya berbagai macam pikiran, ide dan gagasan, universalitas, produktivitas, realitas, kreatifitas, dan bahkan moralitas hal ini menyebabkan munculnya sejumlah asumsi dasar konsepsi inti paradigma tersebut mulai dipertanyakan. Pada pembagian pembahasan ini berupaya menganalisis dan membandingkan pandangan Muh. Abdul Mannan vs Syed Nawab Haedir Naqvi, mewakili pakar ekonomi Islam kontemporer terhadap beberapa aspek utama sistem ekonomi.

Berikut merupakan uraian tentang pola pemikiran tokoh diatas :

Muhammad Abdul Mannan

Sekilas uraian tentang biografi Muhammad Abdul Mannan, beliau dilahirkan di Bangladesh tahun 1918. Sesudah menerima gelar master di bidang ekonomi dari Rajashahi Universitas pada tahun 1960 ia bekerja di berbagai kantor ekonomi di Pakistan. 

Dr. Muhammad Abdul Mannan memperoleh gelar Master dan Doktornya dari Universitas Michigan, Amerika Serikat. Dr. Mannan sangat terkenal atas karya-karyanya di bidang ekonomi Islam dan keuangan secara umum, selain itu beliau memberikan kontribusi dalam pemikiran ekonomi Islam melalui berbagai karyanya salah satunya adalah buku yang berjudul Ekonomi Islam Teori dan Praktek.

Menurut Mannan ekonomi Islam sebagai sebuah ilmu sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi bagi suatu masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Mannan membagi ciri-ciri kerangka institusional menjadi kerangka sosial Islam dan hubungan yang terpadu antar individu, masyarakat dan negara. Hubungan individu, masyarakat, dan negara itu dipandang sebagai sesuatu yang mempunyai tujuan dan kerjasama, bekerja secara harmonis untuk mencapai tujuan sistem ekonomi. 

Kemudian kepemilikan swasta yang relatif dan kondisional, menurut Mannan kepemilikan terhadap segala sesuatu yang ada di dunia ini ialah milik Allah dan manusia hanya sebagai khalifah dan kita harus menggunakan sumber daya yang ada demi kemaslahatan dan kebaikan manusia. Kemudian Mannan menyusun syarat untuk mengatur kepemilikan swasta sebagai berikut :

Tidak boleh ada aset yang menganggur.

Kewajiban pembayaran zakat.

Penggunaan untuk aktivitas yang menguntungkan.

Penggunaan yang tidak membahayakan.

Kepemilikan yang sah.

Penggunaan yang seimbang.

Dan patuh syariah dalam hal warisan.

Mekanisme pasar, Mannan tidak percaya bahwa mekanisme pasar cukup untuk menentukan semua harga dan jumlah produksi, khususnya jika berhubungan dengan pemberian pada si miskin, sehingga ia menyarankan pengaturan, pengawasan, dan kerjasama dengan perusahaan negara harus dibatasi. 

Karena dalam hal ini negara berperan merekonstruksi pola dan pertumbuhan produksi yang mencukupi, penekanan pada kerjasama dan persaingan yang terkawal, serta penekanan pada bagi hasil yang adil untuk mengganti bunga, kebijakan moneter dan fiskal untuk stabilisasi, kebijakan upah yang baik, meningkatkan ekonomi antar negara Muslim yang bersatu, dan penyediaan keperluan dasar bagi semua orang.

Selanjutnya, dalam hal zakat Mannan menyatakan bahwa zakat adalah sebuah elemen sosial Islam dan berkedudukan wajib bagi Muslim. Kadar dan penerima zakat sudah ditetapkan, maka semestinya zakat akan mudah diimplementasikan. 

Mannan juga memberikan saran untuk menghapuskan (Riba) dalam sistem ekonomi Islam dan menggantikannya dengan keuntungan dan rugi serta partisipasi berkeadilan. Keberlangsungan Mudharabah sangat ditekankan oleh Mannan  tidak hanya pada lingkup nasional terlebih pada lingkup internasional. Pada masalah "kelangkaan", Mannan berpendapat bahwa dalam ekonomi manapun, kelangkaan pasti terjadi dan hal itu dianggap sebagai masalah ekonomi. 

Mannan beranggapan bahwa apabila ekonomi Islam dihadapkan pada masalah kekurangan sumber daya, maka baginya ini sama saja dengan prinsip scarcity dengan ekonomi barat. Namun yang membedakan dari sistem sosio-ekonomi lain ialah sifat motivasional yang memberi pengaruh kepada pola, struktur, arah dan komposisi produksi, distribusi, dan konsumsi. 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tugas utama ekonomi menurut pola pemikiran Mannan adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran ke arah yang lebih adil.

Syed Nawab Haider Naqvi

Pemikiran Syed Nawab Haider Naqvi terdapat pada beberapa bagian. Dalam hal harta pemahamannya sama dengan Baqir al-Sadr, dimana kepemilikan adalah mutlak oleh Allah Swt. Maka hak kepemilikan amatlah terbatas, karena dalam perspektif Islam kebebasan manusia untuk memiliki kekayaan relatif untuk keperluan masyarakat. 

Sehubungan dengan harta warisan, 1/3 dari harta warisan seseorang dapat diberikan kepada yang bukan anggota keluarga. Ini menunjukkan bahwa Naqvi mendorong untuk mendistribusikan kekayaan secara lebih luas, terutama kepada kaum miskin dan kaum mustad'afin. 

Dalam hal ini sangat tampak bahwa pemahaman Naqvi memihak kepada kaum miskin dan mustad'afin. Sebagai tokoh Islam Mainstream, Naqvi ikut mendukung  penghapusan riba dan penerapan zakat sebagai instrumen untuk meminimalisir kadar kemiskinan dalam masyarakat. 

Naqvi sepaham dengan Mannan dan Siddiqi tentang penghapusan riba yang tidak hanya berhubungan dengan "perekonomian bebas bunga" tetapi juga terhadap "perekonomian bebas eksploitasi". Dalam pandangannya mengenai zakat, Naqvi melihatnya sebagai perwakilan filsafat Islam karena zakat merupakan sebuah intrument yang sah, yang memiliki tujuan untuk mendistribusikan kekayaan kepada kelompok miskin dan kafir. 

Dapat disimpulkan bahwa pola pemikiran Naqvi adalah bentuk kritikan ekstrim terhadap kapitalisme, karena ia memiliki tujuan untuk mengubah struktur dasar perekonomian feodalistik-kapitalistik di era kontemporer ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun