Mohon tunggu...
Muhammad NurullohBestami
Muhammad NurullohBestami Mohon Tunggu... Ilmuwan - Progresif revolisioner

Jika menang tak perlu berkomentar, jika kalah tak perlu beralasan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Di Balik Suksesnya Kebijakan One Day No Rice di Kota Depok

4 Juli 2019   09:30 Diperbarui: 4 Juli 2019   10:16 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebijakan yang dapat dibilang banyak memuai pujian dikarenakan dampaknya yang mampu mengurangi tingkat konsumsi beras masyarkat dan juga dapat meningkatkan diversifikasi bahan pangan masyarakat Depok.

 Kebijakan inovatif seperti ini memang dibutuhan di Indonesia dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik.[1] Namun meskipun gemilang, dalam formulasi kebijakan yang dilakukan bukan berarti terlepas dari kepentingan-kepentingan politik yang ada didalamnya. 

Dibalik gemilangnya kebijkan gerakan One Day No Rice ternyata ada sebuah isu yang terjadi bersamaan dengan adanya kebijakan ini. Beberapa bulan stelah kebijakan ini dikeluarkan, Kota Depok meraih peringkat sebagai kota dengan tingkat inflasi tertinggi di tahun 2012. Dengan dikeluarkannya kebijakan baru dan inovatif bukan berarti tidak akan mengalihkan perhatian publik terhadap kebijakan baru yang dibuat pemerintah. 

Pada kebijakan One Day No Rice bukan tidak mungkin sengaja dibangun untuk mengalihkan isu ekonomi yang sedang melanda kota tersebut. Hal ini penulis nyatakan bukan tanpa alasan, pasalnya kebijakan tersebut juga dalam pernyataan Pemerintah Kota Depok di situsnya yang menyatakan bahwa dengan adanya pengurangan konsumsi beras maka akan juga berdampak pada penekanan terhadap inflasi. 

Hal ini menunjukan bahwa seolah inflasi bukan merupakan fokus utama kebijakan ini melainkan pada isu ketahanan pangan. Beberapa bukti diatas juga menunjukan bahwa ada isu yang sebenarnya seolah ditutupi dibalik kebijaka gerakan One Day No Rice ini, yaitu isu tentang inflasi.

Dalam konsep mengenai proses pembatan kebijakan milik Portney, ada bagian dimana kebijakan harus melalui tahap problem formation dimana isu-isu yang berkembang di masyarakat akan saling berkompetisi agar dapat masuk kedalam seting agenda pembuat kebijakan, begitupula fakta empirik yang terjadi dalam kebijakan gerakan One Day No Rice di Kota Depok ini. Proses problem formation ternyata menghasilkan sebuah kebijakan yang menurut penulis cenderung kurang begitu bijak dalam memilih alternatif kebijakan yang hendak diambil. Hal tersebut dapat dilihat bahwa isu tentang inflasi gagal masuk kedalam agenda seting para pembuat kebijakan di Kota Depok. Dan fakta yang mengejutkan adalah isu tersebut mampu dikalahkan oleh isu pangan, padahal apabila inflasi di Kota Depok dibiarkan terus naik maka akan terjadi pergejolakan harga yang cenderung tidak stabil dan akan berakibat pada kesejahteraan masyarakat di Kota Depok.

AKHIR KEBIJAKAN ONE DAY NO RICE

Selayaknya kebanyakan kebijakan di Indonesia, kebijakan gerakan One Day No Rice yang merupakan program unggulan dari Walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail berakhir pada masa kepemimpinan Mohammad Idris Abdul Somad, yaitu Walikota Depok periode 2016-2021. Selayaknya kebijakan pada umumnya yang perlu melalui tahap akhir, yaitu tahap evaluasi, kebijakan yang diberlakukan pada masa pemerintahan Nur Mahmudi Ismail yaitu gerakan One Day No Rice nampaknya menghasilkan kebijakan baru yang berkonotasi negatif, yaitu dihentikannya gerakan One Day No Rice.

Menurut Mohammad Idris Abdul Somad, kebijakan One Day No Rice dirasa kurang cocok bagi masyarakat secara general. Kebijakan tersebut hanya cocok bagi orang-orang dengan jenis pekerjaan yang menggunakan tenaga lebih sedikit. Berikut tanggapan yang diberikan oleh Walikota Depok periode 2016-2021 ini :

"Mungkin kalau untuk dosen yang keseharian mengajar bisa, nggak boleh banyak-banyak makan nasi khawatir diabetes yang ujung-ujungnya ngantuk ngajarnya, lah kalau kuli bangunan nggak makan nasi, pingsan dia,"[2]

 Dengan dihentikannya kebijakan tersebut memang menunjukkan bahwa ada tahap evaluaisi kebijakan yang dilakukan oleh walikota terpilih yang menggantikan Nur Mahmudi Ismail sebagai Walikota Depok. Namun dengan dihentikannya kebijakan tersebut juga menunjukan bahwa proses adaptasi kebijakan (policy adaption) bagi masyarakat dapat dikatakan gagal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun