Istiqamah dalam ibadah dan mampu terhindari dari maksiat merupakan nikmat dari Allah yang sangat luar biasa besarnya. Andai saja kita sadar betul mengenai dua hal itu, kita akan menangis malu kepada Allah karena sudah melalaikan nikmat-Nya yang sangat berarti tersebut.
Mengapa hal tersebut perlu disyukuri? Karena tidak semua orang bisa mendapatkan kenikmatan istiqamah dalam ibadah. Contohnya, apakah setiap ada panggilan azan semua Muslim shalat berjamaah di masjid? Tentu tidak semua, meskipun punya waktu untuk itu.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama." (HR. Bukhari dan Muslim ).
Raslullh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina."
Tuma'ninah
Tuma'ninah adalah diam sejenak terutama saat melakukan gerakan rukuk, sujud, i'tidal, dan duduk di antara dua sujud.
Menurut pendapat jumhur atau mayoritas ulama tuma'ninah termasuk dalam salah satu rukun salat atau syarat rukun dalam rukuk, sujud, Â i'tidal, dan duduk di antara dua sujud.
Tuma'ninah juga dapat diartikan sebagai ketenangan, kesunyian, dan ketenangan batin yang tidak tergesa-gesa saat menjalankan shalat.
Ada juga yang mengartikan tuma'ninah itu "tenang (berhenti dan tidak bergerak) setelah bergerak dan semua anggota badan sudah diam pada tempatnya, kira-kira lamanya seukuran membaca "Subhanallah". Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa tuma'ninah dimaknai dengan khusyu dan melakukan gerakan shalat dengan tertib."
Sikap tuma'ninah dalam sholat juga harus di implementasikan dalam kehidupan sehari hari.
Disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad rahimahullah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Pencuri terjelek adalah orang yang mencuri (sesuatu) dari shalatnya.' Para Shahabat Radhiyallahu anhum bertanya, 'Wahai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ! Bagaimana seseorang mencuri sesuatu dari shalatnya ?' Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Dia tidak menyempurnakan ruku' dan sujudnya
Seperti dalam pelaksanaan rukun shalat, seluruh tahapan dari aktivitas kehidupan manusia memerlukan adanya thuma'ninah, baik dalam kondisi bekerja, bermain, bercengkerama, bahkan tidur sekalipun.
Fungsi thuma'ninah selain untuk memberi ketenangan jiwa, menghindarkan diri dari segala penyakit batin seperti keresahan dan kecemasan, juga untuk menentukan apakah setiap tahapan kehidupan individu itu telah dilalui secara sempurna atau belum.
Kesempurnaan di sini menjadi target thuma'ninah, karena dinamika kehidupan manusia merupakan proses untuk mencapai kualitas manusia paripurna (insan kamil).
Tuma'ninah berhenti sejenak setelah rukun dilakukan.Setelahnya baru rukun lain dikerjakanWajib hukumnya tak boleh ditinggalkan.Ditinggalkan berakibat shalat terbatalkan.
Adopsi tuma'ninah dalam kehidupan.Untuk kualitas hidup lebih ditingkatkan.Kualitas hidup harus diperjuangkan.Sebagai bukti jalani amanah Tuhan.
Tingginya kualitas butuh ketenangan.Tenang sebelum dan sesudah perbuatan.Terlebih ketika sedang melakukan.Untuk hasil yang memuaskan.
Tenang berpikir sebelum melakukan.Kendalikan hati untuk mengontrol tujuan.Jadikan syariat utamanya pertimbangan.Tak tergesa-gesa dalam memutuskan.
Tenang dalam melakukan perbuatan.Selalu ingat Allah dihadirkan.Selalu sadar tipu daya dan godaan.Tak tergesa-gesa dalam perjalanan.
Tenang setelah melakukan.Sadari semua itu adalah perjuangan.Evaluasi diri untuk perbaikan ke depan.Tawakal untuk hasil yang diharapkan.
Semoga Allah senantiasa memberikan bimbingan agar kita dapat menjalani kehidupan ini penuh dengan ketenangan untuk mewujudkan kualitas hidup.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah membagi thuma'ninah dalam beberapa tingkatan.Â
Pertama, thuma'ninah karena berzikir kepada Allah, sehingga menghilangkan ketakutan dan mendatangkan harapan dan ketenteraman.
Kedua, thuma'ninah ruh ketika mencapai tujuan kasyaf (terbukanya rahasia Allah), rindu akan janji suci, dan bertemu setelah berpisah. Ketiga, thuma'ninah karena menyaksikan kehadiran kasih sayang Allah, menggapai keabadian, dan mencapai derajat cahaya yang abadi.
Thuma'ninah hanya berlaku pada perbuatan yang baik, sebab hal itu akan mengakibatkan kebakaan dan kedamaian. Sementara thuma'ninah yang dikaitkan dengan perbuatan buruk atau dosa merupakan thuma'ninah yang semu, yang akan mengakibatkan kefanaan dan kekacauan, sebab dosa merupakan kondisi emosi individu yang dirasa tidak tenang setelah ia melakukan perbuatan itu dan merasa tidak enak jika perbuatannya diketahui oleh orang lain.
Seluruh perbuatan yang berlabel dosa tidak akan bermuara pada thuma'ninah, sekalipun dalam dosa terdapat kenikmatan yang semu. Thuma'ninah dapat diraih oleh individu ketika ia mentaati hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT. Dia yang menciptakan batin manusia dan yang memberi petunjuk bagaimana batin itu mendapatkan thuma'ninah.
Thuma'ninah kepada Allah SWT merupakan hakikat yang disusupkan Allah ke dalam hati hambaNya, lalu Allah menghimpun hati itu dan mengembalikan hati yang hendak lepas bebas sehingga kembali kepadaNya. Karena itu seakan-akan dia sedang duduk di hadapanNya, dapat melihat dengan-Nya mendengar dengan-Nya, bergerak denganNya dan memegang apapun denganNya.
Thuma'ninah yang Hakiki tidak bisa didapatkan kecuali dengan kembali kepada Allah dan mengingatNya.
Inilah Firman yang diturunkan kepada para rasulNya sebagaimana firman Allah dalam surat ar-ra'd ayat 28 :
"Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram."
Tuma'ninah, ialah ketentraman dan ketenangan hati, yang ditandai dengan hilangnya kegundahan, kekhawatiran dan guncangan darinya. Yang demikian ini tidak akan terjadi karena suatu pun kecuali karena Allah dan dengan cara mengingatnya semata.
Sedangkan, selain itu adalah tuma'ninah yang menipu. Keyakinan kepada Allah selain Allah merupakan kelemahan yang sudah dipastikan Allah dan tidak dapat ditarik kembali.
"Siapa yang merasa tentram karena suatu selain Allah, tentu akan dihinggapi kegundahan keguncangan dan kegelisahan yang datang dari sisi darinya sendiri, siapapun dia.
Bahkan sekiranya seorang hamba merasa tentram dan tenang kepada ilmunya sendiri, keadaan dan amalnya ketentraman itu pun akan sirna dan meninggalkan dirinya. Allah telah menciptakan tujuan yang dikehendaki jiwa orang-orang yang tentram kepada selain-Nya berupa anak panah cobaan, agar hamba-hamba dan para waliNya tahu bahwa orang yang bergantung kepada selain Allah akan terputus.
"Orang yang merasa tentram kepada selain Allah dengan mengabaikan kemaslahatan dan tujuan dirinya tentu akan terhalang," kata Ibnu Qayyim.
Ketika nafsu telah tenang dengan Allah, tenteram dengan mengingat-Nya, berpulang kepada-Nya, rindu berjumpa dengan-Nya, bersandar pada kedekatan-Nya, maka itulah nafsu muthmainnah. Nafsu ini pula yang diseru jadi hamba yang ridha dan diridhai:
"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha lagi diridhai-Nya," (QS. al-Fajr [89]: 27-28).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H