Siswa tercerabut dari akar budayanya. Pembelajaran tak mampu menumbuhkan kesadaran bertindak, dan meningkatkan pengetahuan yang bermakna bagi kehidupan. Mereka tak memiliki kepedulian terhadap kerusakan lingkungan, tak memahami kemiskinan akut di sekitarnya.
Ada contoh baik berjaraknya pembelajaran dengan sikap dan perilaku dalam kehidupan keseharian. Saat pembelajaran, misalnya, pohon memerlukan air untuk tumbuh. Namun, saat siswa di rumah mendapati tanaman layu, tidak tergerak menyiraminya.
Dengan demikian, praktik pendidikan harus menggeser paradigmanya, dari melayani kepentingan pasar-industri ke kebutuhan dan kepentingan anak. Inilah pendidikan yang dicita-citakan Ki Hajar Dewantara, menuntun anak mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan setinggi-tingginya.
Awal bulan Agustus 2023, ada perhelatan menarik bertajuk "Residensi Seni Pedagogis" di Samigaluh, Kulonprogo. Kegiatan ini meneguhkan pedagogis sebagai praktik pembelajaran yang menyenangkan dalam menguatkan karakter siswa.
Dalam seni pedagogis, pembelajaran melalui beberapa tahapan. Pertama, melakukan refleksi diri mengenai ketertarikan, kegelisahan, kepedulian siswa, dan mengaitkan dengan problem lingkungannya. Siswa merumuskan subyek pembelajarannya.
Kedua, melakukan riset (observasi dan wawancara). Guru tak lagi menjadi sumber pengetahuan tunggal, siswa bisa bertemu sumber pengetahuan lain untuk mendiskusikan pengetahuan subyek belajarnya.
Ketiga, menemukan ide karya, dan memproduksi pengetahuan baru berdasarkan hasil kulikannya. Guru bertranformasi menjadi fasilitator, mentor, coach, dan konselor.
Kelima, mengartikulasikan ide karya kedalam seni; misalnya, puisi, lagu, lukisan, video, cerita foto, karya fisik. Pilihan ini bukan saran guru, melainkan kolaborasi guru dan siswa selama proses pembelajaran.
Keenam, memamerkan hasil karya, mempresentasikan proses pembelajaran. Komunitas seni sebagai art colaborator bersama-sama siswa menata (display) karya siswa.
Model dan rangkaian pembelajaran seperti ini yang akan mampu menumbuhkan karakter siswa berdasarkan pengalaman mereka sendiri. Menguatkan karakter siswa melalui perjumpaan dengan realitas sosialnya. Siswa memiliki kepedulian terhadap masalah sosial, dan memotivasi dirinya untuk mewujudkan potensi-potensi yang ada di lingkungan sekitarnya.***