"Hanya pengalaman yang diolah dan ditulis yang akan menyumbangkan perubahan," kata ST Kartono, Guru SMA de Britto Yogyakarta, di depan  para peserta Workshop penulisan kreatif di Magelang, kemarin (13/8).
Sebanyak 39 guru dari berbagai tingkatan itu mengikuti Workshop bertema Menuliskan Pengalaman, Menyamai Pengetahuan yang diselenggarakan Perkumpulan Pergerakan Pendidikan Nusantara (Perdikan) Magelang.
Sebagai seorang penulis, ST Karotono, alumni Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, menjelaskan secara detail tahapan-tahapan penulisan berbasis pengalaman.
"Esai pengalaman itu dimulai dari fakta/kenyataan, dan memasukkan pendapat pribadi," katanya.
Dalam proses penulisan itu, bermula dari menulis, yaitu merefleksikan pengalaman, lalu menyusun dalam kalimat demi kalimat, dan terakhir menceritakan.
Setelah selesai bisa menerbitakannya melalui berbagai media, misalnya, koran atau majalah cetak, online, dan bisa juga buku.
Menurut ST Kartono, dalam proses kreatif menulis itu bisa dimulai dengan berpikir konektif. Ketika seseorang mendapatkan ide, lalu bertanya kepada diri sendiri, ini  mengingatkan saya tentang apa, di mana, siapa, kapan ya? Pengalaman sendiri, pengalaman orang lain, di buku, film dan lainnya.
"Imajinasi konektif," katanya.
ST Kartono mencontohkannya, saat anaknya berada di Timor Leste mengirim foto jembatan. Ia lalu melakukan koneksi, jembatan itu seperti yang sudah bacanya, jembatan seperti di daerah ini, siapa yang membangun jembatan itu.
Secara teknis, struktur penulisan menurut ST Kartono, paragraf awal menceritakan masalah yang dihadapi penulis. Dalam bagian ini, menurutnya tak perlu panjang, cukuplah tiga paragraf.
Strultur selanjutnya evaluasi/refleksi. Penulisan melakukan evaluasi terhadap fakta yang dihadapi, mengembangkan analisis kritis dengan tajam. Proses ini juga bisa disebut sebagai narasi tentang hasil refleksi penulis terhadap kenyataan yang ada itu.
Tahap terakhir, penulis menawarkan solusi. Pada bagian ini, seorang penulis menyampaikan gagasan-gagasan cemerlangnya terkait dengan fakta atau pengalamannya.
"Perlu diingat, selalu membatasi satu topik dalam setiap tulisan. Fokus dan dalam," katanya.
Mengenai syarat utama dalam mengasah keterampilan menulis, bukan hanya melatih terus menerus menulis, melainkan harus membaca. Seorang penulis bisa membaca pengalamannya sendiri, pengalaman orang lain, dan membaca buku.
"Ini pisau bedah mengolah pengalaman," ujarnya.
Sementara itu, Kelik Purwandaru, Ketua Perdikan mengatakan Workshop ini bertujuan untuk mengajak guru-guru membagi pengalamannya.
"Pemaknaan atas praktik baik yang tertulis dan disebarluaskan akan menjadi pengetahuan yang bermanfaat," ucapnya.
Praktik baik yang sudah dilakukan oleh guru dan tidak ditulis hanya akan menjadi catatan peristiwa personal, tidak direfleksikan dan dimaknai.
Menurut Kelik, yang juga guru di SMA N Bandongan, Magelang, berdasarkan pemahaman dan semangat itu, Perdikan menginisiasi penerbitan tulisan pengalaman, praktik baik melalui kegiatan penulisan buku bagi guru.
"Perdikan mengundang para guru yang telah melakukan praktik transformasi peran dalam pelaksanaan pendidikan untuk bergabung dalam penulisan buku ini," ujarnya.
Kelik mengatakan, buku yang dihasilkan dari Workshop ini akan diluncurkan pada peringatan Hari Guru tahun 2022. Ini merupakan bentuk kontribusi untuk perubahan pendidikan di Indonesia.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H