“Apakah janjimu akan dipenuhi malam ini, juga? Katakan siapa yang membunuh orangtuaku. Kau tahu, polisi sama sekali tak bisa menangkap pelaku pembunuhan keji itu,” lanjutnya.
“Terkutuklah, kalau saja tak memenuhi janji seperti yang kau katakan setiap kali menikmati tubuhku dalam mimpi,” suara Surtiyah terdengar meninggi, yang disambut dengan gemuruh suara burung-burung hantu.
Tiba-tiba, burung-burung hantu itu beterbangan saling berebut menuju ke rumpun bambu wulung. Puluhan burung hantu menukik, dan puluhan lain terbang kembali hinggap di pohon nangka. Begitu terus peristiwanya, sampai puluhan burung hantu yang terakhir. Surtiyah sudah masuk ke dalam rumahnya, dan tertidur dengan ketelanjangannya. Malam itu ia tak lagi bermimpi didatangi seorang pemuda bertubuh kekar, dan menggeluti tubuhnya dengan gelegak birahi.
Esok paginya, dusun Bluwangan geger. Mayat Mbah Leman ditemukan di antara rumpun bambu wulung miliknya. Seluruh tubuhnya tersayat-sayat hingga tampak tulang belulangnya. Kabar itu terus menyebar dengan cepat. Orang-orang datang membuktikan kebenaran berita kematian yang mengerikan itu. Lima polisi datang membuat catatan-catatan dan menanyai beberapa penduduk: semuanya menggelengkan kepala.
Surtiyah melangkah keluar dari kumpulan orang-orang itu. Dan tak ada yang tahu seulas senyum yang mengembaang dari bibirnya yang tipis, memerah dan selalu basah itu.***
----
Mukhotib MD, tinggal di Magelang Jawa Tengah. Karya novel yang sudah terbit Kliwon, Perjalanan Seorang Saya, Air Mata Terakhir, Den Ayu Putri dan Pesona Sumilah. Tulisan-tulisannya berupa essay, opini, dan cerita pendek dipublikasikan dalam media lokal dan nasional. Naskah novelnya: Perempuan Puncak Pyramid dan Laela, Sang Penerus sedang dalam proses editing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H