Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan featured

[Hari Anak Sedunia] Tindakan Seks dengan Anak, Kenapa Tak Boleh?

17 Maret 2017   15:58 Diperbarui: 20 November 2019   13:19 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.kompas.com

Artinya, fenomena pedofilia atau eksploitasi seksual kepada anak, harus dilihat dalam keseluruhan sistem yang bekerja: sistem politik, sistem ekonomi, sistem budaya, dan tentu juga agama di dalamnya, sebagai lembaga yang melakukan internalisasi nilai-nilai ke dalam pemikiran manusia, dan diejawantahkan dalam bentuk-bentuk tindakan.

Menyelesaikan masalah kekerasan seksual terhadap anak tentu saja harus dimulai dengan pertanyaan paling dasar, bagaimana sebenarnya bangsa ini memandang entitats anak dan kehidupannya. 

Sebagai bangsa yang berdaulat, cara pandang ini bisa dilacak melalui berbagai kebijakan mengenai anak yang diberlakukan, baik sebagai kebijakan pada level lokal, nasional dan juga konvensi-konvensi internasional yang diratifikasi pemerintah Indonesia.

Secara normatif, hampir seluruh kebijakan mengenai anak menunjukkan adanya semangat perlindungan, pendidikan dan membebaskan anak-anak dari ragam tindakan penelantaran, kekerasan, termasuk kekerasan seksual. 

Tetapi pada saat yang sama negara lalai melakukan sinkronisasi kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan anak. Sebut, misalnya, UU Nomor 1 Tahun 1974. yang tetap membolehkan perkawinan pada usia 16 tahun. Kebijakan ini jelas-jelas bertentangan dengan UU Perlindungan Anak dan Konvensi Hak-hak Anak.

Persetujuan

Pertanyaan kritisnya, kenapa orang dewasa tidak boleh melakukan tindakan seks dengan anak-anak? Sehingga tindakan itu hampir dikutuk oleh seluruh bangsa di dunia ini? Padahal sebagian orang memiliki hasrat kepada anak-anak, seperti juga sebagian orang memiliki hasrat kepada orang yang lebih tua? 

Titik kuncinya ada pada persoalan persetujuan (concent), anak-anak dalam berbagai kebijakan dianggap belum memiliki kemampuan membuat persetujuan atas dirinya sendiri. Seluruh tindakannya masih berada dalam ampuan walinya, orangtua atau pihak lain yang mendapat pengampuan atas diri anak-anak.

Di mata hukum, karenanya, anak-anak belum dianggap  sebagai subyek hukum dan belum bisa dimintai pertanggungjawaban atas tindakan-tindakannya. 

Sebab itu pula, pengadilan anak memiliki sistem, aturan dan mekanisme yang berbeda dengan pengadilan orang dewasa, meski sama-sama melakukan tindakan yang diokategorikan dalam tindakan kriminal. Bahkan termasuk penjara anak, ketika hakim ternyata memutus hukuman bagi anak pelaku tindak kriminal.

Konsep persetujuan ini pula yang kemudian menjadi pijakan dalam memastikan tindakan seksual dengan anak dilarang hampir di sebagian besar belahan dunia. Para penyedia jasa pencarian data di dunia maya, seperti google pun, memiliki kebijakan mengenai pelanggaran atau tindakan eksploitasi seksual anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun